JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo telah meneken Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2019 tentang Pencegahan Terorisme dan Perlindungan terhadap Penyidik, Penuntut Umum, Hakim, dan Petugas Pemasyarakatan.
Dalam beleid yang ditandatangani pada 12 November lalu ini diatur bahwa pencegahan tindak pidana terorisme dilakukan sebagai upaya mencegah terjadinya perbuatan tersebut melalui kesiapsiagaan nasional, kontra radikalisasi, dan deradikalisasi.
Nantinya, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) akan menjadi koordinator dalam melaksanakan kesiapsiagaan nasional.
Adapun langkahnya melalui pemberdayaan masyarakat, peningkatan kemampuan aparatur, perlindungan dan peningkatan sarana prasarana, pengembangan kajian terorisme, hingga pemetaan wilayah rawan paham radikal.
Terkait upaya kontra-radikalisasi, diatur di dalam Pasal 22 peraturan tersebut.
Kontra radikalisasi dilaksanakan terhadap orang atau kelompok yang rentan terpapar paham radikal terorisme.
Kelompok ini meliputi mereka yang memiliki akses terhadap informasi yang bermuatan radikal; memiliki hubungan orang atau kelompok yang terindikasi memiliki paham radikal; memiliki pemahaman kebangsaan yang sempit yang mengarah pada paham radikal; serta memiliki kerentanan terhadap aspek ekonomi, psikologi, dan/atau budaya budaya sehingga mudah dipengaruhi paham radikal terorisme.
Adapun pelaksanaan kontra-radikalisasi dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung melalui kontra-narasi, kontra-propaganda, dan kontra-ideologi.
Sementara itu, terkait deradikalisasi yang diatur pada Pasal 28, dilaksanakan kepada tersangka, terdakwa, dan narapidana kasus terorisme, serta mantan napi dan orang atau kelompok yang terpapar paham tersebut.
Perlindungan
Selain melakukan upaya pencegahan, beleid ini juga mengatur perlindungan bagi aparat penegak hukum dan keluarganya yang melakukan upaya pencegahan tersebut, baik secara langsung maupun berdasarkan permintaan.
Perlindungan yang diberikan meliputi perlindungan terhadap penyidik, penuntut umum, hakim, dan petugas pemasyarakatan.
Dilansir dari laman setkab.go.id, aturan tersebut dituangkan pada Pasal 57.
Perlindungan yang diberikan oleh negara dilakukan untuk mengatasi setiap ancaman yang akan membahayakan diri, jiwa, dan/atau harta, baik sebelum, selama, maupun sesudah proses pemeriksaan perkara.
Adapun perlindungan terhadap keluarga diberikan kepada istri/suami, anak, orang-orang yang tinggal serumah, dan/atau anggota keluarga lainnya.
Bentuk perlindungan yang diberikan berupa perlindungan atas keamanan pribadi dari ancaman fisik dan mental, kerahasiaan identitas, serta perlindungan lain yang diajukan secara khusus oleh petugas.
Perlindungan sendiri dapat dihentikan bila ada permintaan maupun penilaian dari Polri dan BNPT yang menganggap bahwa perlindungan tidak diperlukan lagi.
Namun bila masih diperlukan, maka perlindungan dapat diberikan kembali berdasarkan permintaan.
https://nasional.kompas.com/read/2019/11/27/08391701/jokowi-teken-pp-pencegahan-terorisme-serta-perlindungan-bagi-aparat-hingga