Hal itu terjadi karena adanya tumpang tindih regulasi terkait investasi dan proses perizinan yang berbelit.
"Ternyata di pipe line kita, investasi itu yang sudah ada, tadi saya lapor ke Presiden juga, sudah USD 123 miliar. Itu yang sudah di pipe line. Ada yang sudah setahun, dua tahun, tiga tahun, tidak selesai-selesai prosesnya," ujar Luhut dalam rapat dengar pendapat dengan Badan Legislasi (Baleg) DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (13/11/2019).
"Ada dua hal (penyebab), satu peraturan itu sendiri yang tumpang tindih. Kedua, dari kita sendiri karena kita tidak mau menyelesaikan ini karena kita masih suka impor," tutur dia.
Menurut Luhut, saat ini banyak peraturan dan proses perizinan investasi yang berantakan.
Hal ini sudah ia sadari sejak menjabat sebagai Menteri Perindustrian dan Perdagangan di era kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.
Luhut meyakini penerbitan Omnibus Law bisa menjadi salah satu cara mendorong percepatan realisasi investasi.
Melalui Omnibus Law, pemerintah akan menyederhanakan regulasi yang berbelit dan panjang dengan membuat dua undang-undang (UU) besar yakni UU Cipta Lapangan Kerja dan UU Pemberdayaan UMKM.
"Kalau kita masih punya peraturan yang tumpang tindih, kita enggak akan bisa main cepat. Jadi bangsa ini menjadi bangsa yang betul-betul raja di negeri sendiri," kata Luhut.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo berencana membuat sebuah konsep hukum perundang-undangan yang disebut Omnibus Law.
Hal ini disampaikan dalam pidato pelantikan Presiden dan Wakil Presiden, Minggu (20/10/2019).
https://nasional.kompas.com/read/2019/11/13/17505621/luhut-investasi-123-miliar-dollar-as-terhambat-karena-tumpang-tindih