Salin Artikel

Banyak Mengutip Berita, Pemohon Uji UU KPK Hasil Revisi Dikritik Hakim MK

Sidang pemeriksaan dan pendahuluan perkara Nomor 62/PUU-XVII/2019 ini dimohonkan oleh seorang advokat bernama Gregorius Yonathan Deowikaputra.

Sidang tersebut dihadiri Ketua Majelis Hakim Anwar Usman dan dua anggota majelis hakim, yakni Enny Nurbaningsih dan Wahiduddin Adams.

Dalam sidang, Enny mempertanyakan banyaknya kutipan-kutipan dari media massa yang disampaikan Gregorius dalam permohonannya, khususnya soal mekanisme pembentukan peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur UU Nomor 12 Tahun 2011 dalam proses revisi UU KPK.

"Dalam permohonan pemohon, banyak sekali mengutip berita dari media massa. Seharusnya berita di media massa dijadikan petunjuk saja, seperti apa proses pembentukan RUU sampai menjadi UU, di mana letak cacat formilnya di setiap proses pembentukan UU," ujar Enny.

"Dugaan adanya cacat formil dalam pembentukan UU KPK ini harus disertakan bukti-buktinya, misalnya tahap pertama di mana cacat formilnya. Itu harus dikuatkan sehingga bisa meyakinkan hakim, jangan hanya mengutip dari media massa," sambungnya.

Wahiduddin menambahkan, dalam uji formil yang diajukan pemohon, sejatinya fokus dalam proses dan tahapan revisi UU KPK, mulai dari persiapan, perencanaan, pembahasan, pengesahan, hingga pengundangan.

"Kalau hanya mengutip dari koran saja, tanpa tahu di mana letak cacat formilnya, itu susah untuk meyakinkan hakim. Berita di koran hanya petunjuk saja," imbuhnya.

Dalam sidang, Gregorius menjelaskan, publik tidak dilibatkan dalam proses perancangan revisi UU KPK oleh DPR sehingga hal itu telah menciderai kepercayaan masyarakat.

Proses pembahasan revisi UU KPK, lanjutnya, tidak ada partisipasi masyarakat dengan cara konsultasi publik seperti yang diatur Pasal 188 ayat (1-3) Perpres Nomor 87 Tahun 2014 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, mulai proses penyiapan RUU, pembahasan RUU dan pengesahan menjadi UU, hingga pelaksanaan UU.

Dalam bagian petitum, Gregorius meminta MK mengabulkan permohonan untuk seluruhnya dengan membatalkan perubahan UU KPK ini. Sebab, dalam pengujian UU Nomor 19 Tahun 2019 secara formil tidak memenuhi syarat mekanisme pembentukan peraturan perundang-undangan.

Selain itu, pemohon meminta agar Majelis MK menyatakan berlakunya Perubahan UU KPK secara formil tidak memenuhi prosedur dan mekanisme pembentukan peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur UU Nomor 12 Tahun 2011 dan harus dinyatakan batal demi hukum dan tidak mempunyai kekuatan mengikat.

"Pemohon memandang UU KPK baru (hasil revisi) telah merugikan bagi pemohon yang berprofesi sebagai pengacara. Karena, dalam pembentukan UU KPK, DPR RI melakukan revisi UU dengan proses yang tertutup dan kucing-kucingan tanpa diskusi publik," ujar Gregorius.

Adapun hingga saat ini tiga perkara pengujian konstitusional UU KPK hasil revisi telah teregistrasi di MK.

Dua permohonan lainnya adalah Perkara Nomor 57/PUU-XVII/2019 dan Perkara Nomor 59/PUU-XVII/2019.

Pemohon Perkara Nomor 57/PUU-XVII/2019 adalah 190 orang yang mayoritas berstatus mahasiswa dari berbagai universitas.

Perkara tersebut telah melalui tahapan sidang pemeriksaan pendahuluan dan perbaikan permohonan.

Sedangkan perkara Nomor 59/PUU-XVII/2019 22 dari mahasiswa Program Pascasarjana Magister Ilmu Hukum Universitas Islam As-Syafi'iyah.

Perkara tersebut telah melalui tahapan sidang pemeriksaan pendahuluan dan perbaikan permohonan.

https://nasional.kompas.com/read/2019/10/30/16183711/banyak-mengutip-berita-pemohon-uji-uu-kpk-hasil-revisi-dikritik-hakim-mk

Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke