Pasalnya, hingga saat ini, UU tersebut belum diresmikan oleh pemerintah dan belum diregister ke lembaran negara. UU itu hanya telah disahkan oleh DPR melalui rapat paripurna.
Meski begitu, ke-25 advokat dan mahasiswa tetap mengajukan uji materil dan formil.
"Jadi permohonannya ini pengujian formil dan materil, tapi terhadap UU nomor berapa masih titik-titik ini ya. Ini tidak sabar menunggu hari esok ini," kata Ketua Majelis Hakim Anwar Usman dalam persidangan pendahuluan yang digelar, Senin (14/10/2019).
Anwar mengatakan, meski sudah disahkan DPR, UU KPK hasil revisi masih memerlukan pengesahan pemerintah untuk dapat diberlakukan.
Pengesahan sebuah Undang-undang ditandai dengan penandatanganan draf UU oleh Presiden. Presiden punya waktu selama 30 hari untuk menandatangani draf tersebut.
Namun, Presiden juga punya hak untuk tak memberikan tanda tangan. Sekalipun demikian, Undang-undang akan tetap berlaku tanpa tanda tangan Presiden.
UU KPK disahkan DPR pada 17 September 2019 lalu. Oleh karenanya, Presiden masih punya waktu hingga 17 Oktober untuk menandatangani draf UU, sebelum UU itu diberlakukan.
"Belum diundangkan dan dimuat lembaran negara. Jadi ini masih belum ada yg bisa kita uji terkait permohonan yang diajukan para pemohon ini," ujar Hakim Wahiduddin Adams.
Ditemui setelah persidangan, perwakilan pemohon, Wiwin Taswin, menyebut, pihaknya mengajukan uji materil dan formil sebelum UU KPK hasil revisi disahkan karena ingin menunjukan bahwa UU tersebut bermasalah.
Menurut dia, hal ini justru menunjukkan keseriusan pihaknya untuk meminta MK menguji UU tersebut.
"Justru kecepatan ini bukti kalau kita serius. Ini kan sudah disetuji bersama, sudah dibahas bersama, sehingga ini persoalan waktu saja begitu. Secara konstitusi UU ini sudah terbentuk," ujar Wiwin.
"Ini menunjukkan bahwa UU ini bermasalah. Jadi sebelum lahir pun maka kita harus tunjukkan bahwa UU ini bermasalah," lanjutnya.
https://nasional.kompas.com/read/2019/10/14/14520651/uu-kpk-belum-bernomor-mk-nilai-pemohon-uji-materi-terburu-buru