Menurut Bivitri, GBHN dapat diatur melalui undang-undang sehingga tak perlu melakukan amendemen konstitusi.
"Kalau memang tujuanya hanya membuat haluan negara, opsi pengaturan melalui UU patut dipertimbangkan," ujar Bivitri ketika dihubungi, Kamis (10/10/2019).
Ia menambahkan, perbedaan pendapat di antara fraksi-fraksi terkait cara pengaturan haluan negara mengindikasikan hal itu tidak perlu dilakukan dengan mengamendemen UUD 1945.
Pengaturan haluan negara di UU, lanjutnya, juga akan menghindarkan potensi amendemen konstitusi yang melebar ke mana-mana, seperti perubahan yang mungkin terjadi terhadap pasal lain di luar haluan negara.
"Dikhawatirkan jika melebar ke pasal lain artinya ada aktor antidemokrasi yang ingin menguatkan kembali kekuasaan mereka untuk mengatur jalannya pemerintahan," jelasnya.
Kendati demikian, seperti diungkapkan Bivitri, jika amendemen akhirnya dilakukan, DPR wajib membangun kesepekatan dengan masyarakat terlebih dahulu tentang hal-hal yang akan diamendemen.
Sebelumnya, Wakil Ketua MPR RI Fraksi PDI Perjuangan Ahmad Basarah mengatakan, penambahan wewenang MPR RI agar dapat menetapkan GBHN harus dilakukan melalui amendemen UUD 1945, tidak cukup dengan menerbitakan undang-undang baru.
Sebab, haluan negara nantinya berisi pokok-pokok haluan pembangunan nasional yang akan dijalankan oleh lembaga eksekutif.
"Ini mengatur lembaga-lembaga negara yang wewenangnya diberikan UUD, misalnya DPR, DPD, MA, MK. Maka payung hukum yang paling sesuai mengatur wewenang dan tugas masing-masing lembaga negara yang wewenangnya diberikan UUD adalah lewat aturan yang ada di UUD," ujar Basarah di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (9/10).
Basarah sekaligus memastikan bahwa amendemen konstitusi hanya sebatas pada penambahan kewenangan MPR RI dalam menetapkan haluan negara, bukan yang lain-lain.
Fraksinya akan mengawal amendemen konstitusi itu agar pembahasannya tidak melebar ke mana-mana.
Apalagi jika sampai menyentuh tata cara pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung.
Demikian juga soal pasal yang mengatur mengenai tata cara pemberhentian kepala negara oleh MPR.
"Tidak ada hubungannya dengan tata cara pemilihan presiden. Juga tidak ada kaitannya dengan tata cara pemberhentian presiden," kata Basarah.
https://nasional.kompas.com/read/2019/10/10/10412131/menghidupkan-gbhn-dinilai-tak-harus-amendemen-uud-1945