Salin Artikel

Soal Perppu, KPK Menanti, Parpol Terbelah

"Kita serahkan saja pada presiden. karena menerbitkan atau tidak menerbitkan perppu itu merupakan otoritas dari presiden," kata Juru Bicara KPK Febri Dianysah, Rabu (9/10/2019).

Febri menyatakan, penerbitan perppu merupakan domain Presiden Jokowi. Namun, ia mengingatkan bahwa ada desakan kuat dari publik agar Presiden mengeluarkan perppu meskipun sejumlah partai politik menolak.

"Apakah misalnya presiden cenderung akan mendengar suara dari partai politik yang sebagian kita tahu tidak mau ada perppu, atau cenderung untuk mendengar ribuan atau puluhan ribu mahasiswa, pelajar, dan masyarakat yan menyampaikan eksplisit di demontrasi-demonstrasi dan juga para tokoh yang mengusulkan itu, kita serahkan saja pada presiden," kata Febri.

Febri melanjutkan, pihaknya telah mengidentifikasi sedikitnya ada 26 poin pelemahan KPK bila UU KPK hasil revisi diberlakukan.

Salah satu poin itu adalah pembatasan masa penyidikan menjadi dua tahun. Menurut Febri, pembatasan itu akan menyulitkan penyidikan kasus-kasus besar.

Salah satu contohnya adalah kasus tindak pidana pencucian uang adik mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, Tubagud Chaeri Wardana, yang penyidikannya baru selesai setelah lima tahun.

"Kalau penanganan perkara di KPK dibatasi waktunya dua tahun mungkin kasus seperti TPPU atau kasus seperti TCW ini tidak mungkin terbongkar. Penyidikan kasus ini membutuhkan waktu 5 tahun meskipun kita tahu yanv disita jumlahnya signifikan Rp 500 miliar," kata Febri.

Febri menuturkan, kasus TPPU Wawan merupakan salah satu yang cukup rumit lantaran KPK mesti menghitung kerugian keuangan negara dengan jumlah yang signifkan.

Menurut Febri, kerumitan serupa juga terjadi ketika KPK mengusut kasus KTP Elektronik, BLBI, maupun korupsi di sektor pertambangan, kehutanan, serta kasus korupsi lintas negara.

Febri menyatakan, UU KPK hasil revisi yang membatasi masa penyidikan menjadi hanya dua tahun, sangat berisiko melemahkan KPK dalam mengungkap kasus-kasus besar.

"Banyak pihak termasuk politikus bilang KPK harus ungkap kasus big fish kan? Padahal untuk ungkap kasus itu butuh waktu dan sumber daya yang cukup besar, ini yang kami lihat tidak cukup konsisten," kata Febri.

Parpol Terbelah

Di sisi lain, sejumlah partai politik pendukung pemerintah justru menyatakan menolak wacana perppu tersebut.

Penolakan itu salah satunya datang dari PDI Perjuangan (PDI-P) yang notabene merupakann partai pengusung utama Jokowi.

Anggota Badan Legislasi DPR dari Fraksi PDI-P Hendrawan Supratikno mengatakan, sikap resmi Fraksi PDI-P ialah menolak perppu dan menyarankan agar polemik revisi UU KPK diselesaikan melalui judicial review di Mahkamah Konsitusi atau legislative review.

"Pandangan resmi kami di fraksi, sebaiknya tetap melalui judicial review dan legislative review," kata Hendrawan saat dihubungi, Selasa (8/10/2019).

Perppu KPK, jika diterbitkan, akan langsung berlaku. Namun, perppu itu tetap membutuhkan persetujuan DPR.

Hal ini diatur di Pasal 22 Undang-Undang Dasar 1945. Pasal tersebut mengatur dalam kegentingan memaksa, presiden berhak menetapkan perppu.

Ayat berikutnya mengatur, peraturan tersebut harus mendapat persetujuan DPR dalam persidangan. Jika tidak mendapat persetujuan, perppu harus dicabut.

Hendrawan pun menilai tidak elok jika polemik revisi UU KPK ini harus diselesaikan lewat tarik menarik kepentingan politik.

Ia menilai akan lebih baik diselesaikan lewat proses uji materi di MK atau revisi ulang di DPR dan pemerintah.

"Sedikit memakan waktu, tetapi prosesnya lebih sehat, ada di jalur hukum, bukan dengan hasil tarik-menarik kepentingan politik," kata Hendrawan.

Sementara itu, Partai Gerindra yang merupakan penantang Jokowi pada Pemilu 2019 lalu memiliki sikap yang berbeda dengan PDI-P.

Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani mengatakan, pihaknya tidak akan secara langsung menyatakan menolak atau mendukung jika Presiden Joko Widodo akhirnya menerbitkan Perppu KPK.

"Itu tergantung. Kita harus baca dulu. Kalau keluar perppu-nya, bunyinya apa, bagaimana, memperkuat atau memperlemah. kan begitu," ujar Muzani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (9/10/2019).

Muzani menekankan bahwa Presiden Jokowi memiliki hak prerogatif untuk mengeluarkanPerppu KPK.

Pertimbangan penerbitan perppu didasarkan pada syarat situasi kegentingan yang memaksa.

Di sisi lain, partai politik tidak memiliki hak untuk mengintervensi penerbitan perppu.

"Kan beliau kepala negara, itu kekuasaan presiden yang agak sulit diintervensi. Itu wilayah subyektif presiden," kata Muzani.

https://nasional.kompas.com/read/2019/10/10/08311311/soal-perppu-kpk-menanti-parpol-terbelah

Terkini Lainnya

Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

Nasional
Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Nasional
Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Nasional
Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem 'Mualaf Oposisi'

Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem "Mualaf Oposisi"

Nasional
Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi 'King Maker'

Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi "King Maker"

Nasional
Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Nasional
Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Nasional
Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Nasional
Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Nasional
Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Nasional
Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Nasional
Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Nasional
UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

Nasional
Jemaah Haji Tak Punya 'Smart Card' Terancam Deportasi dan Denda

Jemaah Haji Tak Punya "Smart Card" Terancam Deportasi dan Denda

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke