Salin Artikel

Didi Kempot, "Sewu Kutho" dan Sejarah Campursari

Dalam video yang beredar luas tersebut, Presiden Jokowi terlihat menikmati dan sempat ikut bernyanyi sewaktu menyaksikan adik almarhum Mamiek Prakoso tersebut tampil di panggung.

Siapa yang menyangka lagu-lagu campursari yang dibawakan Didi Kempot, yang notabene mengusung bahasa daerah saat ini mendapatkan atensi lebih.

Sebelum muncul sosok Didi Kempot sebagai The Godfather of Broken Heart, ada almarhum Manthous yang cukup terkenal dengan grup campursarinya.

Bagaimana sejarah Campursari itu muncul? Merujuk dari etimologi (bahasa), campursari dibentuk dari 2 suku kata bahasa jawa, yakni campur dan sari.

Istilah campur mempunyai banyak pengertian, sementara sari diartikan sebagai inti sari, atau yang terbaik dari sesuatu.

Menurut penelitian Tri Laksono dari ISI Yogyakarta, yang berjudul "Perspektif Historis Campursari dan Campursari ala Manthous" disebutkan, Campursari merupakan perpaduan instrument gamelan dan instrument Barat yang tentu juga terkait dengan penggabungan tangga nada pentatonis dan diatonis. Semisal pencampuran alat musik tradisional dengan modern.

Sementara itu, sesuai dengan jurnal dari Universitas Semarang tentang Jejak Campursari (The History of Campursari) yang ditulis oleh Joko Wiyoso, campursari pertama kali diperkenalkan pada tahun 1953 oleh R.M Samsi yang tergabung dalam kelompok Campursari RRI Semarang.

Awalnya tidak banyak yang mereka lakukan selain secara rutin mengisi siaran RRI Semarang setiap Rabu Malam.

Era Pertama Campursari

Memasuki tahun 1978, kelompok campursari besutan R.M Samsi itu berhasil menembus perusahaan rekaman swasta yang bernama Ira Record Semarang.

Dalam kurun waktu 1978-1980, kelompok campursari tersebut mampu menghasilkan 9 album rekaman.

Meski sudah mampu menciptakan 9 album, tidak membuat kelompok campursari RRI ini bertahan eksistensinya. Bahkan keberadaannya masih belum dikenal secara luas oleh masyarakat.

Pada kurun waktu yang sama, lagu-lagu campursari yang mereka bawakan di Jawa Tengah, masih kalah populer dengan irama gending-gending kreasi Ki Nartosabdo. Hal itu diakui oleh penyanyi campursari RRI Semarang yang juga seorang pesinden terkenal, Ngatirah.

Masih dari jurnal yang sama, salah satu faktor kurang terkenalnya campursari kala itu lantaran muncul di saat semaraknya langgam-langgam kreasi baru ki Nartosabdo.

Salah satu caranya yakni membuat format yang berbeda. Hal itu diawali kesuksesannya melempar lagu-lagu pop jawa di Jakarta, semisal "gethuk" yang dinyanyikan oleh Nur Afni Octavia, dan disusul kesuksesan Evie Tamala yang membawakan lagu pop jawa, di antaranya "kangen" pada 1992.

Hal itu merujuk pada pengakuan Mathous 2001 silam, masih pada jurnal yang sama.

Lalu, pada tahun 1993, Manthous membentuk kelompok atau grup musik campursari yang diberi nama Campursari Gunung Kidul atau CSGK.

Berbekal kesuksesannya melempar lagu pop Jawa tersebut, Manthous kembali ke daerah asalnya Playen, Gunungkidul dan mencoba menghidupkan lagi musik campursari.

Dengan biaya sendiri, Manthous pun berspekulasi dengan memboyong seluruh anggota grup campursarinya ke Jakarta untuk rekaman.

Campursari Mulai Dikenal

Kemudian album yang diberi judul Kanca Tani tersebut ditawarkan kepada rekannya di Semarang yang kebetulan memiliki saudara yang mengelola studio rekaman Pusaka Record.

Walaupun bersifat spekulatif, ternyata rekan Manthous menerima tawaran Manthous untuk menggandakan dan menjual ke pasar. Di luar dugaan, ternyata pasar menyambut positif dengan ditandai terjualnya album ini hingga ribuan kaset.

Nama Manthous semakin dikenal setelah keluarnya album kedua. Sebab, album tersebut laku sangat keras dan terjual 1 juta kaset.

Dari album tersebut, orang mengenal lagu “Nyidam Sari" dan musik campursari mulai digemari dan digandrungi masyarakat serta eksistensinya mulai diakui sebagai sebuah genre musik setara dengan genre musik yang lebih dulu eksis seperti pop, dangdut, rock, keroncong dan genre lainnya.

Setelah era R.M Samsi dan Manthous barulah muncul nama Didi Kempot. Namun, Lord Didi, begitu panggilan akrabnya di kalangan penggemarnya tersebut mengusung warna campursari yang berbeda.

Campursari Didi Kempot tidak menggunakan musik gamelan Jawa seperti halnya campursari ala Manthous. Hal itu mengemuka dari Jurnal "Campursari Musik Etnis Jawa Populer antara Karya Manthus dan Didi Kempot" yang dibuat oleh Wadiyo, September 2002 silam.

Dari Jurnal yang diterbitkan oleh Universitas Negeri Semarang tersebut mengambil sampel lagu campursari "Sewu Kutho" milik Didi Kempot untuk menggambarkan perbedaan campursari Manthous dan Didi Kempot.

“Mari bersama-sama mempertahankan dan melestarikan budaya kita, tidak hanya lagu, karena itu budaya kita,” ucap pelantun Sewu Kutho, Didi Kempot, Minggu (4/8/2019).

https://nasional.kompas.com/read/2019/08/05/14220941/didi-kempot-sewu-kutho-dan-sejarah-campursari

Terkini Lainnya

Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

Nasional
Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

Nasional
Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Nasional
Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Nasional
Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Nasional
Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Nasional
Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Nasional
Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Nasional
Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Nasional
Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Nasional
Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Nasional
Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Nasional
Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Nasional
Utak-atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Utak-atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Nasional
Gibran Lebih Punya 'Bargaining' Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Gibran Lebih Punya "Bargaining" Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke