Indriyanto menanggapi kritik Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi yang kesulitan mengakses salinan keputusan presiden (keppres) tentang pembentukan Pansel dan menilai seleksi calon dianggap tidak transparan.
"Soal keppres dan transparansi tidaknya penilaian terhadap Pansel itu relatif saja dan menjadi soal perspektif dalam menilai. Karena bagi kami, pansel dengan tahapan dan jadwal kegiatannya sudah memenuhi syarat dan mekanisme yang dimaknai oleh undang-undang," kata dia dalam keterangan tertulis, Selasa (30/7/2019).
Ia juga menegaskan, kesan seleksi calon pimpinan KPK tidak wajar merupakan hal yang tidak benar dan tidak rasional.
Indriyanto menyatakan, lolos atau tidaknya calon pimpinan KPK berdasarkan berbagai pertimbangan matang.
"Itu akan menjadi pertimbangan dan penilaian obyektif Pansel, tetapi menjadi subyektif penilaian terhadap Pansel apabila kepentingan pihak tertentu tidak terakomodasi oleh keputusan Pansel," ujar dia.
Oleh karena itu, lanjut dia, Pansel tetap fokus bekerja dan tidak terpengaruh dengan penilaian-penilaian dari luar.
Saat ini, para calon pimpinan KPK sudah melewati tes psikologi yang digelar Pansel pada Minggu (28/7/2019). Hasil dari tes psikologi itu akan diumumkan pada Senin (5/8/2019) mendatang.
Setelah itu, masih ada sejumlah tahapan yang harus diikuti oleh peserta yang lolos, salah satunya tahapan profile asesment yang akan digelar 8-9 Agustus.
Tes profile asesment ini meliputi wawancara pribadi hingga kerja grup.
Sebelumnya, Kepala Advokasi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Nelson Nikodemus Simamora mengaku kesulitan mendapatkan salinan keppres pembentukan Pansel.
Pada tanggal 25 Juli 2019, permohonan Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi terkait salinan itu ditolak oleh Kemensetneg lewat surat yang ditandatangani oleh Asisten Deputi Hubungan Masyarakat Eddy Cahyono Sugiarto.
Menurut Nelson, dalam surat itu dinyatakan bahwa salinan keppres itu hanya bisa diberikan kepada nama-nama yang tergabung dalam keanggotaan Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK. Nelson pun menilai penolakan itu tidak lazim.
"Kenapa kami bilang ini tidak lazim? Yang dulu Keputusan Presiden Nomor 29 Tahun 2014, zamannya Pak SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) itu ada di internet, beredar bebas. Kita punya nih salinan zamannya Pak SBY," ujar Nelson dalam konferensi pers di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Jakarta, Minggu (28/7/2019).
Dalam kesempatan yang sama, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mempertanyakan lolosnya sejumlah calon yang rekam jejaknya diduga bermasalah.
Kurnia juga menyoroti dua advokat yang membela pelaku korupsi lolos seleksi ke tes psikologi, yaitu Chairil Syah dan Dedy Irwansyah Arruanpitu.
https://nasional.kompas.com/read/2019/07/30/23183221/pansel-capim-kpk-tegaskan-bekerja-sesuai-aturan