Hal itu diungkapkan Bareskrim Polri terkait kasus pencabulan kepada anak-anak di dunia maya yang dilakukan oleh seorang narapidana di balik lembaga pemasyarakatan (lapas).
Kepala Unit IV Subdirektorat 1 Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, AKBP Rita Wulandari Wibowo mengatakan, tips itu disebut dengan "Ketapel".
Apa itu Ketapel? Ada sejumlah hal yang perlu diperhatikan. Pertama, "kontrol" atau mengawasi aktivitas anak di media sosial.
"Kontrol gadget anak untuk mengetahui aktivitasnya di medsos," ujar Rita di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Senin (22/7/2019).
Kemudian, huruf kedua yaitu E, untuk "empati". Orangtua dinilai harus membangun kedekatan emosional, dengan mendengarkan keluhan atau cerita anak.
Ketiga adalah "tahan". Ketika mendengar cerita anak, orangtua juga dinilai perlu menahan emosi, agar anak justru tidak menutup diri.
Selain itu, orangtua perlu "amankan" atau menyimpan foto atau video atau tangkapan layar percakapan anak, beserta berbagai nomor dan akun asing.
Kemudian, berikutnya adalah "edukasi". Anak juga perlu diberi pendidikan literasi digital.
"Edukasi di rumah dan di sekolah tentang etika di medsos dan bijak berinternet," ungkapnya.
Terakhir adalah "lapor", yaitu melapor ke patrolisiber.id bila anak telah menjadi korban child grooming.
Selain itu, korban kekerasan seksual juga dapat mengunjungi unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) di polres setempat atau Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A).
Terkait kasusnya, TR (25) merupakan narapidana di sebuah lapas di Jawa Timur. Ia ditangkap pada 9 Juli 2019 karena melakukan pencabulan terhadap anak-anak di bawah umur melalui media sosial.
TR melakukan aksinya sejak dipenjara pada 2017 atau sudah 2 tahun dari total masa hukuman 7 tahun 6 bulan atas kasus pencabulan anak di bawah umur.
Dari hasil penelusuran polisi, ditemukan total 1.300 foto dan video anak-anak yang melakukan tindakan asusila. Konten tersebut disimpan dalam akun email milik pelaku.
Polisi kemudian berhasil mengidentifikasi setidaknya 50 anak yang menjadi korban dalam konten tersebut. Berdasarkan keterangan polisi, TR melakukan aksinya demi kepuasan pribadinya.
Dari TR, polisi menyita sebuah telepon genggam, nomor WhatsApp, serta sejumlah akun email dan media sosial.
Tersangka dikenakan Pasal 82 jo Pasal 76E dan/atau Pasal 88 jo Pasal 76I Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan/atau Pasal 29 jo Pasal 4 ayat (1) jo Pasal 37 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2008 tentang Pornografi dan/atau Pasal 45 ayat (1) jo Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elekronik.
Ancaman hukuman maksimal bagi pelaku adalah 15 tahun penjara dan/atau denda Rp 5 miliar.
https://nasional.kompas.com/read/2019/07/23/09503781/napi-cabuli-anak-anak-di-media-sosial-polisi-beri-tips-ketapel