Suasana di lobi gedung pun nampak sepi dan hanya diramaikan para awak media saat waktu menunjukkan pendaftaran capim KPK telah ditutup.
Sekitar pukul 16.20, nampak seorang pria paruh baya berlari sembari menenteng map putih di tangan kirinya dari luar dan masuk ke lobi gedung yang digunakan untuk mendaftar capim KPK. Pria tersebut adalah seorang Hakim Tinggi di Banten bernama Binsar Gultom.
Binsar kemudian langsung naik ke lantai dua untuk mendaftar sebagai capim, Kompas.com pun mencoba mengikuti.
"Anda panitia ya, oh bukan ya?" tanya Binsar saat di dalam lift.
Dengan nafas terengah-engah, Binsar terus berlari dan bertemu dengan dua orang pegawai Sekretariat Negara usai keluar dari lift.
Dirinya meminta kepada kedua pegawai tersebut agar diberi kesempatan untuk mendaftar.
Ketakutannya tersebut terlihat karena pintu masuk ruang pendaftaran telah ditutup. Pintu yang tertutup tersebut pun lantas dibukanya.
"Masih bisa kah? Maaf saya telat, tadi macet di Menteng," tutur Binsar kepada tiga orang petugas penerima berkas capim KPK yang sedang merapikan dokumen pendaftar.
Menunggu sekitar 10 menit, petugas memperbolehkan Binsar untuk mendaftar. Tepat pukul 16.24, Binsar memproses berkas pendaftarannya ke petugas.
"Maaf macet dari Serang, Banten. Saya langsung lari ke sini. Jam 12 saya berangkat dari Serang sama anak," kata Binsar kepada petugas.
Sekitar 15 hingga 20 menit proses pendaftaran, Binsar pun bisa bernapas lega. Ia kemudian mengusap keringat sembari membeliakan mata.
"Saya ini dulu hakim Jessica," jawab Binsar ketika ditemui di luar ruangan pendaftaran.
Ia memperkenalkan diri kepada tiga pewarta sebagai hakim yang pernah menangani perkara kasus kopi bersianida di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat 2016 silam.
"Baru kali ini saya daftar jadi capim KPK. Kalau ada hakim yang bisa masuk (jadi pimpinan) KPK kan bagus ya untuk menetapkan tersangka. Jadi di KPK itu harus ada penyidik, penuntut, penasihat hukum, dan mantan hakim," sambungnya.
Pengajar pascasarjana di Universitas Esa Unggul ini mengaku telah mendapatkan izin dari Mahkamah Agung (MA) untuk mendaftar capim KPK. Ia juga mendapatkan dukungan dari keluarga.
"Pokoknya saya dapat izin (MA). Kalau keluarga mendukung, itu diantar sama anak saya," paparnya kemudian.
"Saya bukan job seeker"
Binsar menyebut dirinya sudah berpengalaman di bidang hukum dengan berkarier selama 35 tahun menjadi hakim. Menurutnya, pengalaman yang ia miliki menjadi bekal jika terpilih jadi pimpinan lembaga antirasuah tersebut.
Dirinya kemudian menegaskan melamar jadi capim KPK bukan karena untuk mencari pekerjaan, melainkan guna memberi warna baru di KPK.
"35 tahun saya jadi hakim, jadi setidaknya sudah punya kepekaan, feeling, dan punya panca indera keenam. Saya ini daftar bukan cari pekerjaan, bukan job seeker, tapi ingin memberi warna di KPK," imbuhnya.
"Kalau di unsur pimpinan ada mantan hakim kan bagus. Itu komposisi yang menarik. Selama KPK berdiri, belum pernah ada pimpinan dari hakim karier, kalau hakim Ad Hoc kan sudah," sambungnya.
Binsar melontarkan, dirinya sudah memiliki pengalaman yang cukup di bidang hukum. Ditambah pula kompetensinya sebagai pengajar pascasarjana di berbagai mata kuliah, seperti hukum pidana, tindak pidana korupsi, dan sebagainya.
"Saya pernah menjadi hakim yang menangani kasus pelanggaran HAM berat Timor-Timur dan Tanjung Priok tahun 2001 dan 2004. Lalu kasus bom gereja di PN Medan tahun 2004 dan berbagai kasus menarik seperti kopi bersianida di PN Jakarta Pusat," beber Binsar.
Jika nantinya terpilih, lanjutnya, ia berusaha untuk fokus dalam pengembalian aset negara yang belum sepenuhnya maksimal. Dirinya pun mengaku siap melepas segala pekerjaan yang ia tekuni untuk siap menjadi pimpinan.
"Jangan main-main dengan tugas ini (pimpinan KPK) karena harus melepas semua atribut dan menjadi setengah malaikat. Kerjanya kan lembur, kita harus bisa satukan polisi dan jaksa serta pengembalian aset negara," pungkas Binsar yang kemudian dijemput anaknya.
https://nasional.kompas.com/read/2019/07/05/07340001/ketika-hakim-kasus-kopi-sianida-telat-20-menit-daftar-capim-kpk