"ICJR mendesak Mekanisme Nasional untuk Pencegahan Penyiksaan untuk segera mengkaji para terpidana mati yang telah telah mendekam begitu lama di penjara," ujar Direktur ICJR Anggara Suwahju melalui keterangan tertulisnya, Rabu (26/6/2019).
Menurut Anggara, para terpidana mati yang telah telah mendekam begitu lama di penjara dapat dimintakan komutasi pidana mati.
Komutasi pidana mati atau pergantian hukuman dapat ditempuh melalui amnesti atau grasi presiden.
"Komutasi hukuman dari pidana mati ke jenis hukuman lainnya, prosesnya bisa melalui amnesti atau grasi presiden, atau bahkan membuat mekanisme lainnya yang diperlukan," kata Anggara.
Anggara mengatakan, fenomena daftar tunggu eksekusi mati merupakan salah satu bentuk penyiksaan, baik secara fisik maupun psikologis.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Professor William Schabas (1996), penundaan hukuman mati menambah efek psikologis dan ketercerabutan seseorang, tidak hanya dari masyarakat, tapi bahkan sesama narapidana.
Sementara itu, lanjut Anggara, Pelapor khusus PBB untuk isu penyiksaan Juan Mendez menyatakan bahwa fenomena penundaan hukuman mati adalah bentuk penyiksaan.
"Pengadilan Hak Asasi Manusia Uni Eropa juga mengeluarkan putusan penting dalam kasus Soering versus The United Kingdom (1989) yang menyatakan bahwa penundaan hukuman merupakan pemenjaraan berkepanjangan dengan situasi penekanan dan kesengsaraan terus-menerus," tutur Anggara.
https://nasional.kompas.com/read/2019/06/26/21374391/icjr-desak-pemerintah-kaji-fenomena-tingginya-daftar-tunggu-eksekusi-mati