Menurut Masinton, upaya untuk mengungkap peristiwa tersebut melalui TGPF akan rawan politisasi.
"Upaya investigasi nanti akan rawan politisasi," ujar Masinton saat dihubungi, Rabu (29/5/2019).
Masinton mengkhawatirkan jika hasil temuan TGPF justru akan memunculkan opini publik. Padahal yang terpenting dari upaya investigasi adalah pengungkapan fakta.
Oleh sebab itu, Masinton lebih sepakat jika investigasi terkait kerusuhan 22 Mei dilakukan oleh Polri sebagai penegak hukum dan Komnas HAM.
Di sisi lain, kata Masinton, Komnas HAM sudah mewakili unsur masyarakat sipil dan akademisi yang dinilai independen.
"Hasilnya lebih bisa dipertanggungjawabkan dan obyektif. Ketimbang nanti kalau TGPF unsur politisnya lebih tinggi," kata Masinton.
"Takutnya yang muncul itu opini. Padahal yang penting adalah pengungkapan fakta. Lagipula Komnas HAM sudah merepresentasikan dari kalangan masyarakat dan akademisi juga," ucapnya.
Sebelumnya, anggota Fraksi Partai Gerindra Sodik Mudjahid mengusulkan agar DPR membahas pembentukan TGPF independen terkait kerusuhan yang terjadi pasca-demonstrasi hasil pilpres pada 22 Mei lalu di depan kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Jakarta Pusat.
Menurut Sodik, DPR harus mendesak pemerintah segera membentuk TGPF untuk menginvestigasi peristiwa kerusuhan yang telah menimbulkan korban jiwa.
Usul tersebut ia sampaikan saat mengajukan interupsi dalam Rapat Paripurna ke-18 DPR, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (28/5/2019).
"Kami mengusulkan ada agenda pembahasan ini untuk mendesak pemerintah membentuk tim independen gabungan pencari fakta," ujar Sodik.
Seperti diketahui, aksi unjuk rasa yang terjadi pada 21 hingga 22 Mei 2019 di depan kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) berakhir rusuh.
Berdasarkan keterangan Divisi Humas Polri, korban meninggal dunia akibat kerusuhan saat aksi protes terhadap hasil Pilpres 2019 berjumlah tujuh orang.
Sedangkan, satu korban aksi 22 Mei yang meninggal dunia teridentifikasi terkena peluru tajam.
https://nasional.kompas.com/read/2019/05/29/13411191/politisi-pdi-p-nilai-pembentukan-tgpf-kerusuhan-22-mei-rawan-politisasi