Dari pantauan Kompas.com, acara tersebut dihadiri oleh komisioner Komnas Perempuan Mariana Amiruddin, Manager Kampanye Amnesty Internasional Puri Kencana Putri, Wakil Koordinator KontraS Feri Kusuma, perwakilan IKOHI Sri Hidayah dan perwakilan Paguyuban Mei'98 Darwin.
Feri Kusuma mewakili koalisi masyarakat sipil, menyampaikan refleksi 21 tahun tragedi Mei 1998. Dalam pernyataan tersebut, dia meminta presiden terpilih 2019 nanti untuk tidak menempatkan terduga pelaku pelanggaran HAM dalam struktur kepemerintahan.
"Guna mempermudah penegakan hukum dan juga menjamin good governance yang harusnya bersih dari individu yang mempunyai rekam jejak negatif daIam Isu HAM," kata Feri dalam acara "21 Peristiwa Mei 1998" di TPU Pondok Ranggon, Jakarta Timur, Senin (13/5/2019).
Feri mengatakan, peringatan tragedi peristiwa Mei 1998 sebagai penanda perjuangan rakyat untuk menggerus otoritarianisme. Hal ini diharapkan dapat menjadi refleksi bagi para elit politik untuk melenyapkan budaya kekerasan di Indonesia.
"Pemerintah harus menghindari laku diskriminatif maupun menjamin hak warga negara seperti hak berorganisasi, berekspresi dan Jaminan perlindungan hukum serta kepastian hukum yang setara bagi semua Iapisan masyarakat," ujarnya.
Selanjutnya, Feri menyarankan pembuatan memorialisasi di situs atau tempat-tempat pelanggaran HAM di seluruh Indonesia. Seperti memorialisasi yang telah dilakukan pemerintah Provinsi DKI Jakarta di TPU Pondok Ranggon.
"Hal ini bisa menjadi sebuah rambu-rambu di masa depan agar tidak pernah terjadi lagi peristiwa keji yang mengorbankan nyawa manusia Indonesia," pungkasnya.
Setelah itu, para perwakilan koalisi masyarakat sipil tersebut bersama keluarga korban tragedi peristiwa Mei 1998 menaburkan bunga di makam para korban peristiwa Mei 1998. Diketahui juga, sebanyak 113 jenazah dikubur di TPU Pondok Ranggon.
https://nasional.kompas.com/read/2019/05/13/14312751/komnas-perempuan-dan-koalisi-masyarakat-sipil-sampaikan-refleksi-21-tahun