"SAYA sudah berikan telur ke 3.000 warga. Saya siapkan 2 mobil box berisi telur, tapi yang milih saya enggak sampai 500 orang!"
"Belum lagi saat keliling, saya dimintai warga uang jajan. Ada yang kopi sampai mie instan. Sekali saja duduk, rencananya mau istirahat di warung, puluhan warga datang, Rp 300 ribu saya ludes. Enggak tahu itu penjualnya juga gelembungkan jumlahnya mungkin!"
Itu adalah pengakuan tulus seorang tim sukses (timses) salah satu Caleg di Cirebon, Jawa Barat, kepada saya. Ia membantu seorang Caleg agar terpilih.
Sayangnya, dari hasil penghitungan C1 di daerahnya, hampir dapat dipastikan, Sang Caleg gagal. Sang Timses pun buntung. Harta benda habis-habisan. Tak jarang yang tersisa hanya utang.
Seorang Caleg lain yang saya wawancara tak berbeda nasibnya. Usai wawancara, pandangan matanya menerawang. Isapan rokoknya tak pernah putus selama 2 jam saya berada di sebuah padepokan yang dipercayanya bisa membantu mengurangi kegelisahan pasca-gagal maju menjadi caleg sebuah partai.
Keduanya saya wawancara dengan identitas tertutup. Keduanya malu jika identitas mereka tampil terbuka di TV dan dilihat oleh kenalan dan kerabat.
Meski menampilkan identitas tertutup, program AIMAN di KompasTV Senin (29/4/2019) malam akan menampilkan secara terbuka kisah para caleg gagal pasca-pemilu kemarin.
Ada juga kisah seorang Caleg gagal yang tiba-tiba mengumandangkan azan di masjid sebelum waktu salat tiba. Saat diingatkan oleh pengurus masjid, Sang Caleg mengatakan, "Siapa yang berani melarang saya? Saya ini sebentar lagi jadi ketua dewan!"
Uang habis untuk serangan fajar
Pengumuman lolos atau tidaknya Sang Caleg memang masih menunggu keputusan resmi KPU pada 22 Mei 2019 mendatang. Tapi, sebagian besar dari mereka sudah mengetahui hasilnya karena lingkup pemilihan daerah yang tidak terlalu besar.
Faktanya, hanya sebagian kecil dari para caleg yang lolos. Sisanya gagal. Padahal mereka sudah mengeluarkan uang ratusan hingga miliaran rupiah. Sebagian besar digunakan untuk "serangan fajar"! Luar biasa!
Sejak Pemilu 2009 hingga 2014 Kementerian Kesehatan mencatat ada ribuan caleg gagal yang depresi. Sekitar 7.000 lebih caleg gagal pada pemilu 2009 sempat berobat di sejumlah rumah sakit karena mengalami guncangan psikis hebat.
Tahun ini jumlahnya diperkirakan meningkat karena banyaknya Parpol peserta pemilu. Jumlah caleg yang berkontestasi pun lebih banyak dari pemilu-pemilu sebelumnya.
KPU mencatat, ada 245.106 caleg di seluruh Indonesia yang berlaga pada pemilu kali ini. Bahkan, ada partai yang memiliki caleg lebih dari 10 dalam satu daerah pemilihan kabupaten.
Faktanya, tak ada satu pun dari caleg-caleg itu yang mampu meraih suara yang disyaratkan. Partai-partai papan atas rata-rata hanya mampu meloloskan 1-2 caleg di setiap daerah pemilihan. Meloloskan 2 orang caleg per daerah pemilihan amatlah sulit.
Depresi hingga tragedi
Per hari Minggu (28/4/2019) kemarin, selain Caleg gagal, juga ada 287 penyelenggara pemilu yang gugur karena berbagai sebab seperti stroke dan asam lambung. Faktor pencetus utamanya adalah kelelahan.
Mereka bekerja sepuluh hari berturut-turut dimulai sejak persiapan Pemilu hingga penghitungan 5 kotak suara (kecuali DKI Jakarta, 4 kotak suara). Sungguh pekerjaan yang luar biasa.
Selama sepuluh hari itu pula, para penyelenggara pemilu di TPS hingga penghitungan kecamatan, yang rata-rata berusia di atas 40 tahun, bahkan tak jarang di atas 60 tahun, harus tidur 2 hingga 3 jam per hari saja.
Pemilu memang telah berlalu, tapi masalah yang tersisa tak bisa dianggap biasa. Ratusan orang meninggal, sebagian lagi depresi hingga gangguan jiwa.
Di tengah harapan yang ada, presiden dan wakil rakyat nantinya harus segera menyusun aturan baru pemilu.
Sederhana dan wajar jadi pertimbangan. Amanat penderitaan rakyat jadi pikiran utama.
Saya Aiman Witjaksono.
Salam!
https://nasional.kompas.com/read/2019/04/29/07541481/kisah-caleg-gagal-yang-bertingkah-janggal