Salin Artikel

Hari Ini dalam Sejarah: Konferensi Asia-Afrika Berakhir, Serukan Perdamaian

Kondisi inilah yang menjadikan Indonesia mengambil sikap untuk lebih bijak menghadapi persaingan blok Barat yang diwakili AS dengan blok Timur yang diwakili Uni Soviet

Sebagai negara yang baru merdeka, Indonesia ingin menyatukan pandangan beberapa negara di Afrika, Asia, dan Timur Tengah, yang memiliki nasib sama.

Hasilnya, Konferensi Asia-Afrika (KAA) terlaksana di Gedung Merdeka, Bandung, Jawa Barat.

Perwakilan dari 29 negara mengikuti konferensi ini. Mereka bertemu untuk mengutuk kolonialisme, mengutuk rasialisme, dan menyatakan keberatan mereka terhadap Perang Dingin yang membuat dunia terbelah dalam dua kubu.

Setelah hampir seminggu, KAA dinyatakan ditutup dan selesai tepat 64 tahun yang lalu, tepatnya pada 24 April 1955. Konferensi ini menghasilkan Dasasila Bandung yang isinya menggabungkan prinsip Piagam PBB.

Selain itu, terjadi kesepakatan antara negara yang hadir mengenai kerja sama ekonomi dan budaya, perlindungan hak asasi manusia dan prinsip penentuan nasib sendiri, panggilan untuk mengakhiri diskriminasi rasial di mana pun itu terjadi, serta pengulangan tentang pentingnya hidup berdampingan secara damai.

Perang Dingin berdampak besar pada negara-negara di berbagai belahan dunia. AS maupun Uni Soviet memang berlomba mencari sekutu untuk mendominasi dunia.

Perlombaan pengembangan senjata hingga nuklir menghiasi era Perang Dingin. Selain itu berkembang kolonialisasi baru pada negara di Afrika-Asia.

Sebagai negara yang baru merdeka, perwakilan dari Indonesia mengungkapan keinginan untuk menyatukan dan mengumpulkan beberapa negara untuk membahas permasalahan ini.

Dikutip dari Harian Kompas yang terbit pada 24 April 2005, berdasarkan rencana awal Ali Sastroamidjojo adalah orang yang pertama kali mengusulkan diadakannya pertemuan akbar se-Asia dan Afrika. Usul ini diucapkan ketika berlangsung pertemuan beberapa perdana menteri di Colombo, Sri Lanka pada 28 April hingga 2 Mei 1954).

Namun, usulan itu ditolak. Langkah Ali Sastoamidjojo tak surut. Ia kemudian menemui Perdana Menteri India Jawaharlal Nehru di Delhi, India.

Usulan Ali diterima, dengan syarat China juga diikutsertakan. Padahal, sebelumnya Ali hanya bermaksud mengundang perwakilan Asia-Afrika yang sudah menjadi anggota PBB.

Sama halnya dengan Ali, Presiden Soekarno juga bersimpati dengan rencana ini. Ia mulai mengoordinasikan dengan pihak-pihak terkait. Bagi Soekarno, yang penting adalah memperjuangkan dekolonialisme dan melawan imperialisme-kapitalisme.

Pemerintah Indonesia, Burma (Myanmar), India, Pakistan dan Sri Lanka bersama-sama mensponsori konferensi. Mereka menyatukan 24 negara tambahan dari Asia, Afrika dan Timur Tengah.

Dilansir dari History.com, setelah terjadi kesepakatan akhirnya pertemuan dibuka pada 18 April 1955. Berbagai pidato dan resolusi mengecam kolonialise, imperialisme, dan kebebasan diserukan.

Para delegasi di konferensi diberikan kesempatan untuk berpidato dan menyampaikan pendapatnya. Segala bentuk rasisme juga dibahas dan dikritik, terutama praktik politik Apartheid yang sedang berkembang di Afrika Selatan.

Negara-negara yang berkumpul juga menyerukan diakhirinya perlombaan senjata nuklir dan penghapusan senjata atom.

Pesan mendasar yang diambil adalah Perang Dingin antara Amerika Serikat dan Uni Soviet memiliki harus diakhiri karena banyak negara-negara yang berjuang untuk pembangunan ekonomi, meningkatkan kesehatan, dan hasil panen yang lebih baik, dan berjuang melawan kekuatan kolonialisme dan rasisme.

Konferensi Asia-Afrika atau Konferensi Bandung sebagai simbol dari rasa frustrasi di antara negara-negara di Afrika, Asia, dan Timur Tengah. Mereka menginginkan perdamaian.

Konferensi Bandung inilah menjadi benih yang melahirkan Gerakan Non Blok (GNB).

AS terkejut

Pemerintah AS terkejut dengan seruan yang digaungkan konferensi ini. Meskipun diundang untuk hadir, namun AS menolak untuk mengirimkan perwakilan.

Menteri Luar Negeri AS, John Foster Dulles menilai bahwa acara itu "sedikit kekiri-kirian" karena kehadiran Perdana Menteri China Zhou Enlai.

Para pemimpin AS juga khawatir bahwa anti-kolonialisme Bandung dan diskusi politik rasial global yang terjadi di sana dapat berubah menjadi anti-Amerika atau anti-Barat.

Namun, pada akhirnya, Konferensi Bandung tidak mengarah pada kecaman umum terhadap Barat seperti yang ditakuti oleh para pengamat AS. Sebab, para peserta menampilkan beragam seruan yang berlandaskan kemanusiaan.

Beberapa negara yang dekat dengan AS di Asia dinilai tetap mewakili kepentingan negara Abang Sam (AS) itu dalam pertemuan konferensi. Bahkan, Perdana Menteri China Zhou Enlai mengambil garis moderat dalam pidatonya kepada para delegasi.

https://nasional.kompas.com/read/2019/04/24/11295441/hari-ini-dalam-sejarah-konferensi-asia-afrika-berakhir-serukan-perdamaian

Terkini Lainnya

PDI-P Bakal Jemput Bola Kader untuk Maju di Pilkada Sumut

PDI-P Bakal Jemput Bola Kader untuk Maju di Pilkada Sumut

Nasional
Jadi Perempuan Pertama Berpangkat Mayjen TNI AD, Dian Andriani Harap Kowad Lain Menyusul

Jadi Perempuan Pertama Berpangkat Mayjen TNI AD, Dian Andriani Harap Kowad Lain Menyusul

Nasional
Jokowi Bakal Tinjau Lokasi Banjir Lahar di Sumbar Pekan Depan

Jokowi Bakal Tinjau Lokasi Banjir Lahar di Sumbar Pekan Depan

Nasional
Nurul Ghufron Tak Hadir karena Belum Tuntas Siapkan Pembelaan, Dewas KPK Tunda Sidang Etik

Nurul Ghufron Tak Hadir karena Belum Tuntas Siapkan Pembelaan, Dewas KPK Tunda Sidang Etik

Nasional
PDI-P Tuding Jokowi Cawe-cawe Pilkada dengan Bansos Beras, Ngabalin: Segera Lah Move on

PDI-P Tuding Jokowi Cawe-cawe Pilkada dengan Bansos Beras, Ngabalin: Segera Lah Move on

Nasional
Soal Revisi UU Kementerian Negara, Ngabalin: Mudah-mudahan Cepat, Itu Arah Haluan Prabowo-Gibran

Soal Revisi UU Kementerian Negara, Ngabalin: Mudah-mudahan Cepat, Itu Arah Haluan Prabowo-Gibran

Nasional
Risma Relokasi 2 Posko Pengungsian Banjir Lahar Dingin di Sumbar yang Berada di Zona Merah

Risma Relokasi 2 Posko Pengungsian Banjir Lahar Dingin di Sumbar yang Berada di Zona Merah

Nasional
Ahok Masuk Bursa Bacagub Sumut, PDI-P: Prosesnya Masih Panjang

Ahok Masuk Bursa Bacagub Sumut, PDI-P: Prosesnya Masih Panjang

Nasional
Bantah PDI-P soal Jokowi Menyibukkan Diri, Ali Ngabalin: Jadwal Padat, Jangan Gitu Cara Ngomongnya...

Bantah PDI-P soal Jokowi Menyibukkan Diri, Ali Ngabalin: Jadwal Padat, Jangan Gitu Cara Ngomongnya...

Nasional
Pimpin Langsung ‘Tactical Floor Game’ WWF di Bali, Luhut: Pastikan Prajurit dan Komandan Lapangan Paham yang Dilakukan

Pimpin Langsung ‘Tactical Floor Game’ WWF di Bali, Luhut: Pastikan Prajurit dan Komandan Lapangan Paham yang Dilakukan

Nasional
Setara Institute: RUU Penyiaran Berpotensi Perburuk Kebebasan Berekspresi melalui Pemasungan Pers

Setara Institute: RUU Penyiaran Berpotensi Perburuk Kebebasan Berekspresi melalui Pemasungan Pers

Nasional
Masuk Daftar Cagub DKI dari PDI-P, Risma: Belum Tahu, Wong Masih di Kantong...

Masuk Daftar Cagub DKI dari PDI-P, Risma: Belum Tahu, Wong Masih di Kantong...

Nasional
KPK Geledah Lagi Rumah di Makassar Terkait TPPU SYL

KPK Geledah Lagi Rumah di Makassar Terkait TPPU SYL

Nasional
Puan Minta DPR dan IPU Fokus Sukseskan Pertemuan Parlemen pada Forum Air Dunia Ke-10

Puan Minta DPR dan IPU Fokus Sukseskan Pertemuan Parlemen pada Forum Air Dunia Ke-10

Nasional
Yusril: Serahkan kepada Presiden untuk Bentuk Kabinet Tanpa Dibatasi Jumlah Kementeriannya

Yusril: Serahkan kepada Presiden untuk Bentuk Kabinet Tanpa Dibatasi Jumlah Kementeriannya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke