Salah satu yang diamankan adalah anggota DPR Komisi VI dari Fraksi Golkar Bowo Sidik Pangarso.
KPK mengungkap siapa saja yang menjadi tersangka dan bagaimana konstruksi perkara dalam kasus ini.
1. Bowo dan dua orang lain jadi tersangka
KPK menetapkan Bowo sebagai tersangka. Selain dia, KPK juga menjerat pihak swasta dari PT Inersia, Indung, dan Marketing Manager PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK) Asty Winasti.
Bowo diduga sebagai penerima suap. Indung diduga perantara penerimaan suap. Sementara, Asty diduga pemberi suap.
"KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan dengan tiga orang tersangka," ujar Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (28/3/2019) malam.
2. Bowo diduga terima suap
Bowo diduga sudah menerima uang sebanyak enam kali dengan nilai mencapai Rp 221 juta dan 85.130 dollar Amerika Serikat.
Basaria menjelaskan, penerimaan ini berawal dari perjanjian kerja sama penyewaan kapal PT HTK yang sudah dihentikan.
"Terdapat upaya agar kapal-kapal PT HTK dapat digunakan kembali untuk kepentingan distribusi pupuk PT Pupuk Indonesia. Untuk merealisasikan hal tersebut, PT HTK meminta bantuan BSP (Bowo), anggota DPR RI," kata Basaria.
Basaria melanjutkan, tanggal 26 Februari 2019, dilakukan penandatanganan nota kesepahaman antara PT Pupuk Indonesia Logistik (PILOG) dan PT HTK.
"BSP diduga meminta fee kepada PT HTK atas biaya angkut yang diterima sejumlah 2 dollar Amerika Serikat per metrik ton," kata Basaria.
Ia diduga menerima uang di berbagai tempat, seperti rumah sakit, hotel, dan kantor PT HTK.
3. Uang Rp 8 Miliar dalam 400.000 amplop
Saat OTT berjalan, tim KPK mengunjungi salah satu titik di Jakarta dan mengamankan uang sekitar Rp 8 miliar.
Uang itu merupakan pecahan Rp 50 ribu dan Rp 20 ribu yang disimpan dalam amplop.
KPK menghitung ada 400.000 amplop uang yang disimpan dalam 84 kardus.
"Tim bergerak menuju ke sebuah kantor di Jakarta untuk mengamankan uang sekitar Rp 8 miliar dalam pecahan Rp 20 ribu dan Rp 50 ribu yang telah dimasukkan dalam amplop-amplop pada 84 kardus," kata Basaria.
4. Diduga untuk "Serangan Fajar" sebagai caleg
Uang tersebut diduga merupakan penerimaan suap dan gratifikasi Bowo.
Uang itu diduga dipersiapkan untuk dibagikan kepada warga atau kerap diistilahkan dengan "serangan fajar" terkait pencalonannya sebagai calon anggota legislatif di Pemilu 2019.
"Jadi, BSP (Bowo) memang menjadi caleg, dia calon untuk daerah Jawa Tengah II. Apakah ini untuk dirinya sendiri atau yang lainnya? Untuk sementara dari hasil pemeriksaan tim kita beliau (Bowo) mengatakan ini memang dalam rangka kepentingan logistik pencalonan dia sendiri," ujarnya.
"Dia diduga telah mengumpulkan uang dari sejumlah penerimaan-penerimaan yang dipersiapkan untuk serangan fajar pada Pemilu 2019 nanti," lanjut Basaria.
5. Telusuri sumber penerimaan lain
Berdasarkan penelusuran KPK, Bowo diduga tak hanya menerima uang dari pihak PT HTK.
"Hasil pemeriksaan sementara ini tidak semuanya dari PT HTK. Nanti dari mana kepastiannya masih dalam pengembangan. Ada penerimaan lain lagi, tapi sudah barang tentu belum bisa kami informasikan sekarang," kata Basaria.
Hal senada juga ditegaskan Juru Bicara KPK Febri Diansyah. KPK menduga, ada dua sumber penerimaan uang.
Pertama diduga berkaitan dengan commitment fee untuk membantu pihak PT HTK menjalin kerja sama penyewaan kapal dengan PT PILOG. Penyewaan itu terkait kepentingan distribusi.
Kedua, KPK menduga ada penerimaan dari sumber lain oleh Bowo, terkait jabatannya sebagai anggota DPR. Saat ini, KPK masih menelusuri lebih lanjut sumber penerimaan lain tersebut..
"Jadi suapnya spesifik terkait dengan kerja sama pengangkutan untuk distribusi pupuk. Sedangkan Pasal 12B (pasal gratifikasi) adalah dugaan penerimaan yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan tugasnya sebagai penyelenggara negara," kata Febri
https://nasional.kompas.com/read/2019/03/29/08383851/ott-anggota-dpr-bowo-sidik-dugaan-suap-hingga-kepentingan-serangan-fajar