Salin Artikel

Memberdayakan Caleg Eks Koruptor untuk Dulang Suara...

Parpol berpandangan caleg eks koruptor masih memiliki basis massa dan modal sosial untuk mendulang suara.

Oleh sebab itu, pencalegan bekas terpidana kasus korupsi tak begitu dipersoalkan selama hak politiknya tidak dicabut melalui putusan pengadilan.

Berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum (KPU), terdapat 81 caleg eks koruptor yang maju di Pemilu Legislatif (Pileg) 2019.

Dari 81 caleg, 23 caleg eks koruptor maju untuk Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) provinsi, 49 caleg eks koruptor maju tingkat DPRD kabupeten/kota, dan 9 merupakan calon anggota legislatif Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

Hanura menjadi partai yang paling banyak mengusung caleg eks koruptor, yakni 11 orang. Kemudian, Partai Golkar dan Demokrat 10 orang, Partai Berkarya tujuh orang, serta Partai Gerindra dan Partai Amanat Nasional (PAN) sebanyak enam orang.

Pertimbangan elektoral dan modal sosial

Wakil Sekjen Partai Demokrat Rachlan Nashidik mengakui adanya pertimbangan elektoral di internal partainya dalam pencalonan bekas terpidana kasus korupsi sebagai anggota legislatif.

Pasalnya, kata Rachlan, tak tertutup kemungkinan caleg-caleg eks koruptor tersebut sangat diterima di masyarakat.

Rachlan menuturkan, pencalonan eks koruptor sebagai anggota legislatif memang menimbulkan pro dan kontra di setiap internal partai politik.

Ada pihak yang berpendapat eks koruptor tidak boleh lagi menjadi calon anggota legislatif.

Namun, ada pula yang berargumen bahwa seseorang yang telah menjalani pengadilan tidak dapat dihukum kembali dengan mematikan hak politiknya.

"Saya termasuk orang yang berpendapat bahwa ini semua adalah soal etika. Oleh karena itu, setiap partai agar dia bisa mendapatkan kepercayaan rakyat mestinya lebih tegas di dalam menentukan caleg-calegnya," kata Rachlan.


Kendati demikian, Rachlan memastikan Partai Demokrat telah berusaha untuk menekan angka caleg yang pernah menjadi terpidana dalam kasus korupsi.

Partainya mempertimbangkan berbagai aspek dalam mencalonkan para kadernya, termasuk aspek elektoral.

"Tapi saya bisa jamin bahwa angka itu adalah angka yang sudah ditekan habis dalam partai. Kalau sekarang ada 10 (caleg eks koruptor), saya kira sebelumnya calon yang berusaha untuk masuk sudah lebih dari itu," ucapnya.

"Itu sudah kami saring dan dengan berbagai alasan yang sudah dipertimbangkan. Dengan adanya debat panjang dalam tubuh partai, ya kami pada saat ini harus bisa menerima bahwa realitasnya seperti demikian," tutur Rachlan.

Dengan demikian, kata Eddy, tidak heran jika partai juga memberdayakan caleg eks koruptor untuk mendulang elektabilitas pada pemilu legislatif.

"Bagaimanapun juga mereka itu kan punya basis. Mereka punya massa, paling tidak punya modal sosial sehingga kalau mereka diberdayakan, ya kenapa tidak," ujar Eddy saat ditemui di Rumah Pemenangan PAN, Jalan Daksa, Jakarta Selatan, Rabu (20/2/2019).

Eddy berpandangan eks koruptor tetap bisa mencalonkan diri selama hak politiknya tidak dicabut atas putusan pengadilan.

Bekas terpidana kasus korupsi juga dinilai telah mempertanggungjawabkan tindakannya dengan menjalani masa hukuman.

Di sisi lain, kata Eddy, masyarakat pemilih saat ini sudah cerdas dalam memilih caleg sesuai dengan rekam jejaknya.

"Bagi kami, kami merasa dari awal bahwa sepanjang dia tidak dicabut hak politiknya oleh pengadilan, saya kira mereka dipersilakan saja. Biarkan masyarakat yang menentukan," kata Eddy.

Perubahan struktur partai

Polemik pencalonan bekas terpidana kasus korupsi tersebut tak bisa dilepaskan dari masalah yang terjadi di struktur kepengurusan partai politik.

Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz mengatakan, selama ini struktur kepengurusan partai politik kerap diisi oleh orang-orang atau politisi yang bermasalah dengan hukum.

Misalnya, Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) dan Dewan Pimpinan Cabang (DPC).


Tidak heran jika bekas terpidana kasus korupsi masih dapat mencalonkan diri sebagai anggota legislatif (caleg).

"Sepanjang orang bermasalah masih menguasai struktur partai, mantan narapidana kasus korupsi menguasai struktur partai, kemudian masalah lanjutannya adalah dia mencalonkan diri atau mengusung orang yang bermasalah," ujar Donal saat dihubungi, Kamis (21/9/2019).

Menurut Donal, banyak bekas terpidana kasus korupsi yang justru memegang jabatan penting di struktur partai. Ia mencontohkan bekas terpidana korupsi dari Partai Gerindra, M Taufik.

Diketahui, Taufik merupakan Ketua DPD Partai Gerindra DKI Jakarta. Ia juga kembali mencalonkan diri sebagai calega DPRD DKI Jakarta.

"Kenapa M Taufik itu tidak dicoret karena dia Ketua Gerindra DKI dan yang menandatangani surat untuk pencalegan itu kan dia juga," kata Donal.

Oleh sebab itu, kata Donal, perubahan struktur organisasi harus dilakukan jika partai politik berkomitmen dalam upaya pemberantasan korupsi.

"Memang pencalegan ini akhirnya kita belajar tidak bisa mencoret (caleg eks koruptor) hanya menjelang pemilu, tapi memang harus memperbaiki struktur partai secara organisasi," ucap Donal.

Di sisi lain, Donal tak sepakat dengan pendapat petinggi partai politik yang mengatakan caleg bekas terpidana kasus korupsi juga memiliki basis massa atau modal sosial dalam menghadapi pemilu legislatif.

"Belum tentu juga mantan narapidana kasus korupsi itu juga terpilih murni karena masyarakat memilihnya, bisa juga karena terjadinya jual beli suara di level penyelenggara pemilu," ujar Donal.

Donal menjelaskan, praktik politik uang tidak hanya menargetkan masyarakat pemilih per individu.

Praktik jual beli suara juga terjadi dalam jumlah besar yang melibatkan caleg dan oknum penyelenggara pemilu.

"Sekarang vote buying itu juga ada secara grosiran, membeli suara di akhir, tapi mainnya dengan penyelenggara pemilu. Itu terjadi di daerah," kata Donal.

Oleh sebab itu, untuk mencegah politik uang terjadi, dibutuhkan penyelenggara pemilu yang berintegritas.

Di sisi lain, caleg bekas terpidana kasus korupsi tidak memiliki kesempatan untuk memanipulasi perolehan suara dengan menyuap penyelenggara pemilu.

"Maka, hasil di TPS itu harus dipastikan pada level selanjutnya, di level KPPS, kecamatan, sampai provinsi, karena di situ rawan terjadi perubahan hasil dan itu dilakukan bersama oknum penyelenggara pemilu," tuturnya.

https://nasional.kompas.com/read/2019/02/21/15112381/memberdayakan-caleg-eks-koruptor-untuk-dulang-suara

Terkini Lainnya

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Nasional
'Presidential Club' Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

"Presidential Club" Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

Nasional
[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

Nasional
Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke