"Kalau ada siapa pun calon presiden mewacanakan akan setop impor, akan swasembada, itu bohong besar. Dalam kondisi seperti ini, tidak bisa dan mustahil menyetop impor pangan," kata Andreas saat ditemui usai diskusi di Jakarta, Rabu (13/2/2019), seperti dikutip Antara.
Guru Besar IPB tersebut menjelaskan, total impor 21 komoditas subsektor tanaman pangan terus mengalami peningkatan dari 18,2 juta ton pada 2014 menjadi 22 juta ton pada 2018.
Sementara itu, impor pangan untuk tujuh komoditas utama, yakni beras, jagung, gandum, kedelai, gula tebu, ubi kayu dan bawang putih, secara volume juga terus meningkat dari 21,7 juta ton pada 2014 menjadi 27,3 juta ton pada 2018.
Menurut dia, presiden terpilih periode 2019-2024 nantinya akan mengalami permasalahan dasar yang sama, yakni banyaknya komoditas yang harus diimpor dari luar negeri untuk memenuhi kebutuhan konsumsi.
Indonesia pun saat ini telah masuk pada kondisi jebakan impor (impor trap). Contohnya, ketika impor jagung diturunkan dari 3,5 juta ton pada 2014 menjadi 1,3 juta ton pada 2016.
Akibatnya, bahan substitusi, yakni gandum melonjak tinggi dan berdampak pada kenaikan harga pakan hingga 4 kali lipat pada 2018.
Selain itu, harga beras juga pada Januari 2018 juga akan semakin melambung jika pemerintah tidak memutuskan impor beras sebesar 2,2 juta ton untuk menstabilisasi harga.
"Kebijakan ke depan harus betul-betul dicermati dan diteliti karena kita sudah masuk ke 'impor trap' itu. Ketika ada komoditas yang coba kita turunkan, pasti komoditas lain bergejolak," kata Andreas.
Namun demikian, ia tak menampik bahwa persoalan impor pangan menjadi bola panas yang akan dikritisi pada debat calon presiden (capres) putaran kedua antara Joko Widodo dan Prabowo Subianto.
Debat akan berlangsung pada Minggu (17/2) mendatang dengan mengangkat tema energi, pangan, infrastruktur, sumber daya alam dan lingkungan hidup.
https://nasional.kompas.com/read/2019/02/13/18071261/pengamat-bohong-besar-kalau-ada-capres-wacanakan-setop-impor-pangan