Hal ini disampaikan oleh Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini.
"Saya kira KPU tidak perlu menunggu persetujuan para caleg karena sebenarnya data para caleg itu adalah data publik. Tidak ada satu pun klausul yang menyebutkan bahwa itu data yang dikecualikan," ujar Titi ketika dihubungi, Kamis (7/2/2019).
Titi mengatakan, sebagai langkah pertama, KPU harus mengingatkan partai politik. Parpol diminta mengimbau caleg-calegnya untuk bersedia membuka data diri ke publik.
Jika tetap tidak mau, KPU diminta langsung membukanya.
Menurut Titi, hal itu tidak akan menjadi masalah karena masyarakat berhak mengetahui data pribadi para caleg.
Selain itu, tidak ada aturan yang menyebut data tersebut termasuk informasi yang dikecualikan.
"Kan datanya bukan data yang rahasia. Datanya itu kan bukan data yang dikecualikan. Ini hanya seperti usia, riwayat organisasi, pekerjaan, pendidikan, target, motivasi, itu kan informasi publik dan memang hak publik untuk tahu," kata dia.
Menurut Titi, KPU juga bisa memberlakukan hal yang sama seperti terhadap caleg eks koruptor. Nama caleg yang tidak bersedia membuka data diri mereka bisa diumumkan kepada masyarakat.
Berdasarkan catatan Perludem, 2.043 dari 7.992 atau 25,56 persen caleg tidak mau membuka data dirinya ke publik. Jumlah tersebut terdiri dari 1.162 caleg laki-laki dan 3.203 caleg perempuan.
Jika dilihat berdasarkan partai politik, secara berurutan, caleg yang paling banyak tak membuka data pribadinya berasal dari Partai Demokrat, kemudian Hanura, PKPI, menyusul Garuda, dan terakhir Partai Nasdem.
Pada masa pendaftaran, caleg diberi formulir BB2 (formulir bakal calon). Formulir tersebut memberi pilihan untuk caleg mempublikasikan atau tidak mempublikasikan profil dan data dirinya.
https://nasional.kompas.com/read/2019/02/08/09384041/kpu-disarankan-tak-tunggu-persetujuan-caleg-untuk-publikasikan-data-diri