Salin Artikel

ICW Minta BPK dan Kemenkeu Bertindak Cepat soal Lambatnya Pemecatan PNS Koruptor

Menurut ICW, lambatnya proses pemecatan itu berpotensi merugikan keuangan negara. Hal itu justru berlawanan dengan tujuan pemberantasan korupsi.

"Kami mendesak BPK atau BPKP untuk melakukan penghitungan terhadap potensi kerugian negara terkait pemberian gaji PNS koruptor," ujar peneliti ICW Wana Alamsyah kepada Kompas.com, Rabu (30/1/2019).

Menurut ICW, lambatnya proses pemecatan PNS koruptor menunjukkan minimnya komitmen pemberantasan korupsi dari instansi-instansi yang berwenang, baik di tingkat pusat maupun daerah.

Hal ini merugikan masyarakat sebagai pembayar pajak, karena uang pajak yang mereka bayarkan justru digunakan oleh negara untuk membayar gaji PNS yang korupsi.

Data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukkan, dari 2.357 PNS yang telah divonis bersalah, baru 891 yang diberhentikan secara tidak hormat.

Masih ada 1.466 atau 62 persen PNS yang belum dipecat. Gaji mereka juga masih terus dibayarkan sehingga berpotensi menyebabkan kerugian negara.

Sementara, berdasarkan data Badan Kepegawaian Nasional (BKN) yang didapatkan ICW, per 17 September 2018, terdapat 98 PNS koruptor yang bekerja di kementerian. Kemudian, 2.259 PNS koruptor yang bekerja di provinsi, kabupaten, dan kota.

ICW meminta agar Kemenkeu segera menghentikan semua pembayaran gaji dan tunjangan kepada PNS yang sudah berstatus terpidana korupsi. Hal ini untuk menghindari kerugian negara yang lebih besar.

https://nasional.kompas.com/read/2019/01/30/13242271/icw-minta-bpk-dan-kemenkeu-bertindak-cepat-soal-lambatnya-pemecatan-pns

Terkini Lainnya

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke