KPU, kata Hasyim, bukan anak buah Presiden dan DPR.
Pernyataan itu disampaikannya menanggapi rencana Oesman Sapta Odang (OSO) melalui Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), yang meminta DPR dan Presiden turun tangan dalam polemik pencalonannya sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
"Secara kelembagaan KPU mandiri. Itu artinya apa? KPU ini bukan anak buah Presiden dan bukan anak buah DPR," kata Hasyim saat ditemui di kantor Bawaslu, Jakarta Pusat, Kamis (24/1/2019).
Hasyim mengakui, beberapa hari lalu KPU mendapat panggilan dari PTUN terkait kasus pencalonan Oesman Sapta.
PTUN meminta KPU mengklarifikasi atas sikap mereka yang tak menjalankan putusan PTUN Nomor 242.
Putusan tersebut memerintahkan KPU mencabut Daftar Calon Tetap (DCT) anggota
DPD yang tidak memuat nama OSO. Majelis Hakim juga meminta KPU menerbitkan DCT baru dengan mencantumkan nama OSO di dalamnya.
Kepada PTUN, KPU akan memberikan jawaban bahwa pihaknya tegas tak masukan nama OSO ke daftat calon anggota DPD lantaran berpegang pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 30/PUU-XVI/2018.
Putusan itu melarang pengurus partai politik rangkap jabatan sebagai anggota DPD.
Argumentasi tersebut, kata Hasyim, juga telah disampaikan oleh KPU dalam persidangan dugaan pelanggaran administasi yang digelar di Bawaslu beberapa waktu lalu.
"Jawaban KPU itu nanti kurang lebih sebagaimana jawaban di dalam jawaban-jawaban KPU terdahulu dalam persidangan-persidangan itu apa argumentasinya," ujar Hasyim.
Pihak Oesman Sapta Odang (OSO) akan meminta Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) berkirim surat kepada presiden dan DPR.
Surat tersebut berupa permohonan kepada presiden dan DPR untuk turun tangan dalam pencalonan OSO sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Langkah ini diambil pihak OSO lantaran sampai sekarang Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak memasukkan nama Ketua Umum Partai Hanura itu ke daftar calon anggota DPD.
Harapannya, presiden dan DPR sebagai pejabat tata usaha negara tertinggi dapat memerintahkan KPU untuk mencantumkan nama OSO di daftar calon.
Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) sebelumnya telah mengeluarkan putusan atas gugatan yang dilayangkan OSO.
Putusan tersebut memerintahkan KPU mencabut SK DCT anggota DPD yang tidak memuat nama OSO. Majelis Hakim juga meminta KPU menerbitkan DCT baru dengan mencantumkan nama OSO di dalamnya.
Bawaslu juga memerintahkan KPU untuk memasukkan OSO dalam daftar calon anggota DPD dalam Pemilu 2019.
Alih-alih memasukkan nama OSO ke DCT, KPU meminta yang bersangkutan mundur dari Ketua Umum Partai Hanura sebagai syarat pencalonan anggota DPD.
Namun, hingga batas waktu yang diberikan, yaitu Selasa (22/1/2019) OSO tak serahkan surat pengunduran diri tersebut.
https://nasional.kompas.com/read/2019/01/24/22223541/diancam-oso-kpu-bilang-bukan-anak-buah-presiden-dan-dpr