Direktur Jenderal Konservasi Alam Sumber Daya Alam dan Ekositem (Dirjen KSDAE) Wiratno menyebutkan, alasan pertama adalah adanya kerusakan pada dua cagar alam tersebut.
Wiratno mengatakan, kawasan cagar alam hanya bisa dijaga sehingga perlu diturunkan statusnya agar dapat direstorasi.
"Pertama itu, kalau cagar alam, kalau ada kerusakan itu enggak bisa direstorasi sehingga perlu diubah," kata Wiratno saat dihubungi Kompas.com, Kamis (24/1/2019).
Dengan status Taman Wisata Alam, pemerintah dapat menggandeng masyarakat untuk merestorasi daerah tersebut.
"Kalau Taman Wisata Alam ada perusakan, itu bisa direstorasi, nanti bersama masyarakat juga di situ, ini kan malah membantu masyarakat," ujar dia.
Alasan kedua, untuk memanfaatkan potensi wisata yang ada pada kedua kawasan tersebut.
Wiratno menyebutkan, meski statusnya diturunkan, hanya 25-30 persen wilayah yang dimanfaatkan.
Selain itu, alasan lainnya adalah keberadaan panas bumi di kawasan tersebut sejak 1970-an.
Wiratno mengatakan, dengan penurunan status konservasi, panas bumi tersebut dapat memiliki payung hukum untuk dimanfaatkan perusahaan penghasil energi.
Sementara, panas bumi tidak bisa dimanfaatkan dengan status cagar alam.
"Kalau ditutup bagaimana, panas bumi ini investasi besar sekali, tiba-tiba mau ditutup gara-gara itu cagar alam, kan harus dicarikan peluang hukumnya," kata dia.
Pemanfaatan panas bumi dinilai akan memberikan dampak positif kepada masyarakat dengan listrik yang dihasilkan.
Sebelumnya, sebanyak 100 organisasi lingkungan yang tergabung dalam Aliansi Cagar Alam Jawa Barat menolak SK 25/MENLHK/SETJEN/PLA2/1/2018 tertanggal 10 Januari 2018.
SK yang dikeluarkan Kementerian Lingkungan Hidup ini berisi tentang perubahan fungsi pokok kawasan hutan dari sebagian kawasan Cagar Alam Kawah Kamojang seluas 2.391 hektare dan Cagar Alam Gunung Papandayan seluas 1.991 hektare.
“Status keduanya diubah menjadi Taman Wisata Alam. Kami menolak dan menuntut pencabutan SK,” ujar Koordinator Aliansi Cagar Alam Jabar, Kidung Saujana kepada Kompas.com di Bandung, Rabu (23/1/2019).
Kidung menjelaskan, penurunan status akan mengganggu ekosistem, baik keberadaan flora dan fauna maupun ancaman bencana alam.
Selain alasan pariwisata, pihaknya mencium ada intervensi dari perusahaan yang berkepentingan dengan dibukanya cagar alam.
Sebab, dengan status cagar alam, tidak boleh ada kegiatan, bahkan untuk mendaki gunung sekalipun.
“Kami harus berjuang. Karena informasi yang kami dapat ada beberapa status cagar alam yang akan diturunkan. Kalau ini kami biarkan, hal serupa akan terus terjadi,” kata Kidung.
https://nasional.kompas.com/read/2019/01/24/19241731/3-alasan-di-balik-penurunan-status-cagar-alam-kamojang-dan-papandayan