Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan, masalah korupsi tak selalu bisa diselesaikan dengan peningkatan kesejahteraan.
"Pendekatan kesejahteraan dalam menyelesaikan masalah bukan hal baru sebagai terobosan menyelesaikan permasalahan," ujar Fickar kepada Kompas.com, Jumat (18/1/2019).
Menurut Fickar, peningkatan kesejahteraan hanya dapat mengatasi perilaku korupsi yang dilatarbelakangi adanya kebutuhan pelaku (corruption by needs). Sementara, menurut Fickar, hal itu tak berlaku apabila pelaku korupsi memang dilatarbelakangi niat serakah.
Bisa jadi, seorang penyelenggara negara memiliki pendapatan yang besar dan tercukupi secara finansial. Namun, karena ada niat serakah, pejabat negara tersebut bisa tetap melakukan korupsi.
Menurut Fickar, perlu lebih dari sekadar menaikkan kesejahteraan pegawai negeri jika ingin mencegah korupsi. Misalnya, memperkuat regulasi dan memperberat hukuman bagi koruptor.
"Hukuman maksimal dan pemiskinan dengan pidana pencucian uang. Kalau penyebabnya sistem, maka solusinya ya perubahan sistemnya," kata Fickar.
Sebelumnya, Prabowo Subianto berjanji akan meningkatkan kualitas hidup para penegak hukum, baik polisi, jaksa dan hakim. Dengan kesejahteraan yang baik, Prabowo yakin para penegak hukum di Indonesia tidak mudah disuap.
"Kita harus cukup uang untuk menjamin kualitas hidup semua petugas yang mengambil keputusan sehingga ia tidak tergoda oleh godaan korupsi," kata Prabowo dalam debat pertama Pilpres 2019 di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis (17/1/2019) malam.
Selain itu, Prabowo menyebut bahwa besaran gaji gubernur sekitar Rp 8 juta. Dia pun mencontohkan gaji ini didapat gubernur di Jawa Tengah, yang bertanggung jawab terhadap wilayah yang luas.
Hal itu ia sampaikan saat menjawab pertanyaan moderator tentang tingginya biaya politik dan membuat kepala daerah ada yang melakukan korupsi.
https://nasional.kompas.com/read/2019/01/18/13221501/pandangan-prabowo-soal-kesejahteraan-untuk-cegah-korupsi-dinilai-tak-selalu