Kepala Pusat Data, Informasi dan Hubungan Masyarakat BNPB Sutopo Purwo Nugroho, menuturkan penyebab pertama adalah hujan yang terjadi sebelum kejadian. Akibatnya, mulai muncul retakan-retakan pada tanah.
"Penyebab longsor di sini yang pertama karena hujan dengan intensitas rendah yang terjadi sebelum kejadian," kata Sutopo saat konferensi pers di Graha BNPB, Jakarta Timur, Rabu (2/1/2018).
Selain itu, ia mengatakan daerah tersebut dapat dikategorikan terjal karena memiliki kemiringan lebih dari 30 persen.
Kemudian, tanah di daerah tersebut bersifat poros, atau mudah menyerap air, dan tanahnya gembur sehingga berstruktur seperti remahan.
"Material penyusun daerah sini adalah tanah yang bersifat poros. Poros itu artinya mudah sekali menyerap air. Dan dari jenis yang di sana sifat tanahnya gembur. Remah. Sehingga mudah sekali terjadi longsor," ungkap dia.
Tanah yang subur di daerah itu membuat fungsi daerah mulai beralih menjadi kawasan budidaya.
Masyarakat bercocok tanam di daerah yang seharusnya, kata Sutopo, merupakan kawasan konservasi.
Akibatnya, tanah tersebut tidak memiliki pegangan atau tidak ada tumbuhan yang menahan tanah tersebut hingga terjadi longsor.
"Jadi ini adalah fenomena bencana alam tetapi faktor antropogenik dalam hal ini di mana daerah yang harusnya kawasan konservasi menjadi kawasan lindung karena kemiringan lerengnya lebih dari 30 persen, saat ini sudah berkembang menjadi kawasan budidaya," kata Sutopo.
"Sehingga Kampung Cimapag sebanyak 30 rumah yang ada di sini tertimbun oleh longsor dalam kondisi rusak berat," sambung dia.
Berdasarkan data BNPB per Rabu (2/1/2019), bencana ini merenggut 15 korban jiwa dan 20 orang masih dinyatakan hilang.
Kemudian, BNPB mencatat, 63 orang ditemukan selamat, 3 orang luka-luka, dan 30 rumah tertimbun tanah longsor.
https://nasional.kompas.com/read/2019/01/02/18303561/ini-penyebab-terjadinya-longsor-di-sukabumi-menurut-bnpb