"Kalau PTUN kami abaikan, maka kami tidak kasih kesempatan OSO masuk DCT. Sebab penetapan DCT pas (tanggal) 20 bulan September," kata Pramono di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (20/12/2018).
Putusan tersebut memerintahkan KPU mencabut Daftar Calon Tetap (DCT) anggota DPD yang tidak memuat nama OSO. Majelis Hakim juga meminta KPU menerbitkan DCT baru dengan mencantumkan nama OSO di dalamnya.
KPU melaksanakan putusan PTUN dengan memasukan nama OSO ke DCT, sepanjang yang bersangkutan menyerahkan surat pengunduran diri sebagai Ketua Umum Partai Hanura.
"Tapi kan kami berikan peluang masuk DCT tapi udah mundur (dari ketua umum) dulu," sambungnya.
Pramono mengatakan, pihaknya tidak bisa memperlakukan OSO secara khusus.
Berdasarkan putusan MK Nomor 30/PUU-XVI/2018, pengurus partai politik tak boleh rangkap jabatan sebagai anggota DPD.
Oleh karenanya, KPU memberlakukan peraturan tersebut terhadap setiap orang.
"Semua peserta hukum harus diperlakukan secara sama. Jadi tidak bisa kita berikan perlakuan khusus (ke Pak OSO) sebab itu diskriminatif," ujar Pramono.
Seperti diketahui, KPU dilaporkan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) lantaran dituding tak mau menjalankan putusan PTUN.
Sebelumnya, KPU meminta Ketua Umum Partai Hanura, Oesman Sapta Odang (OSO), untuk menyerahkan surat pengunduran diri dari pengus partai politik hingga Jumat (21/12/2018). Hal itu disampaikan KPU melalui surat tertulis.
Jika sampai tanggal yang telah ditentukan OSO tak juga menyerahkan surat pengunduran diri, maka KPU tak akan memasukan yang bersangkutan ke dalam Daftar Calon Tetap (DCT) partai politik.
https://nasional.kompas.com/read/2018/12/21/10271091/kalau-kami-abaikan-putusan-ptun-oso-tak-diberi-kesempatan