Cara ini dinilai sebagai solusi untuk memperkuat soliditas partai pendukung menjelang pemilihan umum pada April 2019.
"Prabowo sebaiknya lebih aktif mengundang ketua partai pendukung untuk duduk bersama dan bernegosiasi ulang," ujar pengamat politik dari Universitas Pelita Harapan Emrus Sihombing kepada Kompas.com, Minggu (18/11/2018).
Menurut Emrus, komunikasi politik di antara partai pendukung pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mengindikasikan adanya kompromi politik yang tidak selesai.
Misalnya, antara Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono dan Sekretaris Jenderal Partai Gerindra, Ahmad Muzani.
Sebelumnya, Muzani menyebut bahwa SBY pernah berjanji untuk mengampanyekan Prabowo-Sandi, namun sampai saat ini hal tersebut belum terwujud.
SBY kemudian menanggapi hal tersebut lewat akun Twitter resminya, @SbYudhoyono.
SBY meminta Partai Gerindra tak memaksanya untuk mengampanyekan pasangan calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
SBY mengingatkan bahwa ia pernah dua kali menjadi calon presiden, yakni pada 2004 dan 2009.
Dalam dua pilpres yang ia menangi itu, SBY mengaku tidak pernah memaksa ketua umum parpol pendukung untuk mengampanyekan dirinya.
"Masyarakat akan menilai koalisi Prabowo-Sandi belum solid. Bahkan ada indikasi PAN dan PKS juga belum full mendukung. Tidak ada soliditas akan menjadi tidak produktif dalam elektoral," kata Emrus.
Menurut Emrus, Prabowo sebagai pemimpin koalisi semestinya membicarakan ulang mengenai pembagian kekuasaan dan keuntungan di antara partai politik pendukung.
Jika tidak, koalisi Prabowo-Sandi dikhawatirkan tidak akan mendapat hasil maksimal dalam perolehan suara pemilu.
https://nasional.kompas.com/read/2018/11/18/09455471/prabowo-disarankan-kumpulkan-ketum-parpol-pendukung-untuk-renegosiasi