"Terkait penundaan ini akan menjadi bom waktu," ujar Direktur Eksekutif Indonesian Club Gigih Guntoro dalam acara diskusi di Jakarta, kamis (18/10/2018).
Ia mengatakan, dengan penundaan kenaikan harga premium maka Pertamina memikul beban yang besar karena harus menanggung selisih harga akibat harga minyak dunia yang kini sudah 70 dollar per barrel.
Menurut dia, dengan beban yang besar itu maka keuntungan Pertamina akan terus tergerus. Hal ini dinilai bisa membuat Pertamina tak bisa bergerak strategis untuk berinvestasi.
Padahal, eksplorasi migas membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Gigih berharap pemerintah bisa mencarikan solusi terbaik agar situasi ini bisa ditangani dengan baik. Untuk jangka penjang tutur dia, pemerintah harus menggenjot energi baru terbarukan sebagai alternatif dari energi fosil saat ini.
Di tempat yang sama, Dosen Fisip UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Dani Setiawan menilai kebijakan pemerintah menunda kenaikan harga premium merupakan hal yang wajar.
Selain pertimbangan ekonomi, pemerintah juga dinilai mempertimbangkan aktor politik. Terlebih saat ini adalah tahun politik.
"Bagi saya dua hal itu bukan sesuatu yang tidak normal dipertimbangkan dalam kebijakan publik. Misalnya ada unsur politik dipertimbangkan karena menjalankan satu kekuasaan juga perlu mempertimbangkan faktor-faktor politik. Stabilitas politik akan sangat menentukan roda pemerintahan," kata dia.
"Jadi stabilitas politik merupakan variabel penting juga yang harus dilihat bagaimana kebijakan itu bisa diambil atau tidak," sambung dia.
https://nasional.kompas.com/read/2018/10/18/18493271/penundaan-kenaikan-harga-premium-dinilai-bom-waktu