Salin Artikel

BPJS Kesehatan Sudah Tawarkan Opsi Iuran Naik, tetapi Ditolak Presiden

Hal ini disampaikan Kepala Humas BPJS M Iqbal Anas Ma'ruf menanggapi Presiden Jokowi yang menegur BPJS terkait defisit anggaran.

"Kalau konteks permasalahan kita sudah laporkan ke Presiden. Progam ini memang secara iuran belum memenuhi ekspektasi lah berkaitan dengan kebutuhan biaya manfaat," kata Iqbal saat dihubungi Kompas.com, Kamis (18/10/2018).

Menurut Iqbal, sejumlah opsi sudah ditawarkan oleh BPJS kepada pemerintah. Salah satunya adalah menaikkan iuran peserta BPJS Kesehatan. Namun, usulan ini ditolak Presiden Jokowi.

Presiden justru mengambil opsi untuk membantu defisit BPJS lewat suntikan anggaran yang diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

"Opsi untuk penyesuaian iuran, karena memang dengan pertimbangan kondisi masyarakat masih berat mungkin, sehingga pemerintah ambil opsi terbaik untuk mengambil suntikan dana," kata Iqbal.

Namun, Iqbal mengakui suntikan dana sebesar Rp 4,9 Triliun dari pemerintah sebenarnya masih masih kurang untuk menutup defisit BPJS.

"Rp 4,9 Triliun itu sebenarnya waktu RDP (rapat dengar pendapat), sudah kita sampaikan, bahwa kebutuhan hari itu Rp 7,05 Triliun. Tetapi memang dari BPKP, untuk menyuntik sekitar Rp 4,9 Trilun dulu katanya," ucap Iqbal.

Iqbal pun memastikan BPJS Kesehatan akan tetap berusaha menghindari defisit meski iuran peserta tidak naik. Salah satu caranya adalah dengan pembenahan sistem seperti yang disarankan Jokowi.

Misalnya dengan menata hal-hal yang berkaitan dengan sistem rujukan, hingga mengendalikan biaya pelayanan kesehatan yang tidak efisien.

"Kita melihat dari sisi positifnya ya kaitan dengan pidato Presiden dan berharap ini bisa menjadi pelecut semangat kita untuk perbaiki sistem yang ada," kata dia.

Presiden Joko Widodo sebelumnya menegur Dirut BPJS Fahmi Idris karena permasalahan defisit anggaran. Teguran disampaikan Presiden dihadapan para pimpinan rumah sakit saat membuka Kongres Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) di JCC, Senayan, Rabu (17/10/2018).

"Harus kita putus tambah Rp 4,9 Triliun (untuk defisit BPJS). Ini masih kurang lagi. 'Pak masih kurang. Kebutuhan bukan Rp 4,9 Triliun'. Lah kok enak banget ini, kalau kurang minta, kalau kurang minta," kata Jokowi.

Jokowi meminta Fahmi untuk segera memperbaiki sistem manajemen yang ada. Jokowi mengakui, menyelenggarakan jaminan kesehatan di negara yang besar seperti Indonesia tidak lah mudah.

Namun, jika sistem dibangun secara benar, Jokowi meyakini BPJS bisa terhindar dari defisit keuangan.

Dalam kesempatan tersebut, Jokowi juga turut menegur Menteri Kesehatan Nila F Moeloek karena ia harus turun tangan langsung untuk menyelesaikan defisit yang melanda BPJS Kesehatan.

Padahal, menurut dia, masalah defisit ini harusnya bisa selesai di tingkat kementerian. Ia meminta hal ini tak terulang pada tahun depan.

"Masa setiap tahun harus dicarikan solusi. Mestinya sudah rampung lah di (tingkat) Menkes, di dirut BPJS. Urusan pembayaran utang rumah sakit sampai Presiden. Ini kebangetan sebetulnya. Kalau tahun depan masih diulang kebangetan," kata Jokowi.

https://nasional.kompas.com/read/2018/10/18/10553881/bpjs-kesehatan-sudah-tawarkan-opsi-iuran-naik-tetapi-ditolak-presiden

Terkini Lainnya

Jokowi Bakal Bisiki Prabowo Anggarkan Program Budi Daya Nila Salin Jika Menjanjikan

Jokowi Bakal Bisiki Prabowo Anggarkan Program Budi Daya Nila Salin Jika Menjanjikan

Nasional
Ma'ruf Amin: 34 Kementerian Sudah Cukup, tetapi Bisa Lebih kalau Perlu

Ma'ruf Amin: 34 Kementerian Sudah Cukup, tetapi Bisa Lebih kalau Perlu

Nasional
Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

Nasional
Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

Nasional
Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Nasional
Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Nasional
Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Nasional
Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Nasional
Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Nasional
Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Nasional
Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Nasional
Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Nasional
Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Nasional
Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Nasional
Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke