Komnas HAM telah menyerahkan hasil penyelidikan peristiwa yang terjadi di Pidie, Aceh, pada rentang 1989-1998 itu ke Kejaksaan Agung.
Dalam laporannya, Komnas HAM menyebutkan telah terjadi pelanggaran HAM berat yang diduga dilakukan aparat.
Sejak 2013, penyelidikan pelanggaran HAM di Aceh ini kembali dilakukan Komnas HAM.
Dikutip dari Harian Kompas, 9 September 2018, laporan penyelidikan kasus tersebut selesai pada Agustus 2018 dan diserahkan ke Kejaksaan Agung pada 28 Agustus 2018.
Direktur Imparsial Al Araf menilai, tak ada alasan Kejaksaan Agung untuk tidak memproses hasil penyelidikan Komnas HAM tersebut.
Alasannya, fakta-fakta terjadi pelanggaran HAM berat peristiwa tersebut sudah terungkap dalam hasil penyelidikan Komnas HAM.
“Saya rasa para pelakunya pun mereka yang pernah terlibat pada tahun pertama 1989 mungkin sekarang masih hidup,” ujar Araf, di Kantor Imparsial, Minggu (9/9/2018).
“Saksinya pun masih ada tadi kurang lebih ada 65 dan penyelidikannya pun sudah dilakukan sehingga tidak ada dalih persoalan teknis hukum yang dijadikan alasan oleh Kejaksaan Agung untuk tidak memproses kasus ini,” sambung dia.
Menurut Al Araf, dalam beberapa kasus dugaan pelanggaran HAM belakangan ini, Kejaksaan Agung selalu sembunyi di balik kurangnya alat bukti.
Menurut dia, alasan itu tidak cukup kuat untuk dijadikan dalih negara tidak menyelesaikan kasus pelanggaran HAM.
Oleh karena itu, untuk peristiwa Rumoh Geudong, Al Araf menilai, pemerintah dan DPR perlu mendorong Kejaksaan Agung untuk menuntaskan kasus ini.
Saat operasi militer di Aceh, Komnas HAM menyampaikan bahwa aparat melakukan penyiksaan, pelecehan seksual, penghilangan orang secara paksa hingga pembunuhan kepada warga Pidie. Peristiwa itu terjadi di tempat yang disebut Rumoh Geudong.
Menurut data Kontras, tercatat 10 kasus pelanggaran HAM berat, termasuk kasus Rumoh Geudong dan Pos Sattis, lainnya masih menunggu tindak lanjut dari Kejaksaan Agung dan pihak lainnya untuk segera dituntaskan.
https://nasional.kompas.com/read/2018/09/10/12085951/pelanggaran-ham-rumoh-geudong-tak-ada-alasan-kejaksaan-agung-untuk-diam