Dalam buku "Naik Haji di Masa Silam Tahun 1482-1890", disebutkan, pada awal abad ke 20, perjalalanan haji dilaksanakan dalam konteks masyarakat yang tidak memiliki sistem tabungan.
Pada masa itu, mereka yang menunaikan ibadah haji biasanya orang kaya seperti bangsawan, pedagang, dan pemilik tanah.
Selain itu, konteks orang kaya juga merambah kepada para petani besar yang membuka perkebunan yang hasilnya bisa dinikmati dengan hasil yang melimpah.
Harian Kompas, 23 September 1965, memberitakan, ongkos naik haji mencapai Rp 1,1 juta untuk kelas 1, dan Rp 1,2 juta untuk kelas II.
Dengan tarif sebesar itu, ada pula golongan petani kelas bawah yang menunaikan ibadah haji dengan cara menjual dan meminjam.
Ketika petani menjual tanahnya untuk naik haji, dia tidak akan mempunyai harta apapun sesudah balik ke Indonesia.
Ada juga orang yang meminjam dan menggadai tanahnya untuk naik haji. Namun, sekembalinya dari Tanah Suci, dia tidak bisa kembali mengambil tanahnya.
Banyak cerita lainnya dari perjalanan jemaah haji dari Indonesia menuju ke Arab Saudi.
Jalan kaki
Dalam Harian Kompas, 9 Agustus 1965, ada cerita dari seseorang yang akan menjalankan ibadah haji pada masa itu dengan berjalan kaki.
Pada era 1960-an sejatinya ibadah haji dilaksanakan melalui perjalanan laut, sehingga sering dijuluki haji laut.
Ada juga seseorang yang melaksanakan haji dengan menggunakan pesawat terbang, tetapi jumlah sangat sedikit karena biayanya yang jauh lebih tinggi.
Ridwan, seorang pria asal Majalengka, Jawa Barat menuju Tanah Suci dengan berjalan kaki.
Uniknya, keberangkatan dimulai pada saat Hari Lahir Pancasila yaitu 1 Juni 1965.
Rute yang dilaluinya adalah melalui Thailand, terus menuju Myanmar, Pakistan, India, Afganistan dan finis di Arab Saudi.
Sebelum melakukan perjalanan itu, semua paspor telah dipersiapkan oleh Ridwan. Namun, tak ada informasi selanjutnya berapa lama Ridwan menempuh perjalanan ke Tanah Suci, dan bagaimana kisahnya kembali ke Tanah Air.
Sementara itu, Harian Kompas, 14 Juli 1975, menyebutkan, seorang pria bernama Arifin Syamsudin yang merupakan anggota Da'wah Pimpinan Pusat PITI (Pembina Iman Tauhid Islam) Jakarta, melakukan perjalanan haji dengan naik sepeda ontel.
Arifin yang pada waktu itu berusia 37 tahun melakukan misi tersebut pada September 1975. Perjalanan dengan sepeda dimulai dengan melalui Merak, lanjut ke Palembang, Jambi, Padangpanjang, Medan, Malaysia, Myanmar, Bangladesh, India, Pakistan, Irak, Kuwait, dan sampai di Riyad (Arab Saudi).
Seluruh visa dan surat-surat paspor dipersiapkan Arifin. Demikian pula untuk ongkos selama melakukan perjalanan dan biaya hidup yang berasal dari bantuan dari beberapa orang berupa infaq/zakat/amal dan sumbangan lainnya.
https://nasional.kompas.com/read/2018/07/31/17053361/kisah-haji-masa-lalu-dari-jalan-kaki-sampai-naik-sepeda-ontel