Langkah itu lebih baik dilakukan ketimbang menyalahkan KPK.
Direktur Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti menilai, terjeratnya para kepala daerah menunjukkan adanya masalah dalam rekrutmen di internal parpol.
"Yang gagal menurut saya cara pandang parpol yang belum berkomitmen menghadirkan calon pemimpin yang bersih dan kultur mereka belum sepenuhnya berubah. Calon pemimpin itu selama ini mereka yang bisa 'setor' kan begitu, kalau enggak nyetor kan enggak bisa (mencalonkan diri)," kata Ray kepada Kompas.com, Senin (11/6/2018).
Hal itu disampaikan Ray saat diminta tanggapan tuduhan PDI-P bahwa ada kepentingan politik dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK yang menjaring dua kadernya, Bupati Tulungagung Syahri Mulyo dan Wali Kota Blitar Muhammad Samanhudi.
Ray mengatakan, parpol terkadang tak peduli kadernya mencari biaya politik dengan berbagai cara, termasuk melakukan korupsi ketika sudah terpilih sebagai pejabat.
Menurut dia, tanpa ada langkah perbaikan parpol, tentu pemberantasan korupsi sulit hanya mengandalkan KPK.
"Intinya pemberantasan korupsi itu bisa dilakukan hanya jika bersama-sama, aparat hukumnya jangan dihalangi, didukung, parpol juga harus introspeksi mengubah kultur mereka," kata Ray.
Ray menilai, sikap yang ditunjukkan PDI-P tersebut merupakan bukti lemahnya komitmen parpol atas pemberantasan korupsi.
"Itu menyiratkan kepada kita, betapa respons partai terhadap tindak pidana korupsi itu enggak pernah kuat komitmennya. Selalu kalau ada kasus hukum yang disalahkan penegak hukum, bukan mereka sendiri," kata Ray.
Menurut dia, partai sudah seharusnya introspeksi dalam melakukan rekrutmen berbasis kaderisasi, bukan politik transaksional.
Dengan demikian, partai bisa menghasilkan calon pemimpin yang berintegritas dan bermoral.
"Itu yang sejatinya mereka ubah ke depan, mereka harus mengutamakan kriteria moralitas, tidak pernah terkena kasus, dan seterusnya, daripada ribut terus-menerus kalau kena OTT merasa dikriminalisasi," ujar Ray.
Ray menilai, upaya pemberantasan korupsi oleh KPK sudah membaik. Ia tak sepakat jika OTT terhadap kepala daerah disebut bermuatan politis.
Menurut dia, tudingan seperti itu menunjukkan keegoisan partai yang selalu melihat persoalan dari sudut partai.
Padahal, kata Ray, KPK telah menangkap kader dari berbagai parpol.
"KPK kan sudah menabrak semua parpol gitu, tak pandang bulu, PKS pernah kena, Demokrat kena, bahkan Nasdem yang baru aja pernah kena kok. Jadi ini bukan politik-politikan, siapa-siapa yang melakukan apa lalu ketahuan, ya ditangkap KPK, kan gitu," kata Ray.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menduga ada kepentingan politik dalam OTT KPK terhadap Bupati Tulungagung Syahri Mulyo dan Wali Kota Blitar Muhammad Samanhudi.
Sebab, kedua kader PDI-P itu disebut memiliki elektabilias tertinggi dan dianggap sebagai pemimpin yang mengakar.
"Saat ini saya sedang berada di Kota Blitar dan Tulungagung. Banyak yang bertanya, apakah OTT ini murni upaya pemberantasan hukum, atau sebaliknya, ada kepentingan politik yang memengaruhinya?" kata Hasto melalui keterangan tertulis, Minggu (10/6/2018).
"Hal ini mengingat bahwa yang menjadi sasaran adalah mereka yang memiliki elektabilitas tertinggi dan merupakan pemimpin yang sangat mengakar," ucap Hasto.
Kedua kepala daerah tersebut sempat diminta KPK menyerahkan diri atas dugaan kasus korupsi.
Mereka sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan penerimaan hadiah atau janji terkait pengadaan barang dan jasa di Tulungagung dan Blitar.
Kedua kepala daerah itu diduga menerima suap dari pengusaha yang sama, yaitu Susilo Prabowo.
Samanhudi akhirnya menyerahkan diri dengan datang ke Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Jakarta, Jumat (8/6/2018) malam. Sementara, Syahri disebut menyerahkan diri Sabtu sekitar pukul 21.30 WIB.
https://nasional.kompas.com/read/2018/06/11/13442201/para-kepala-daerah-ditangkap-parpol-diminta-introspeksi-ketimbang-salahkah