Penyerangan yang terjadi pada Sabtu (19/5/2018) dan Minggu (20/5/2018) mengakibatkan 24 orang kehilangan tempat tinggal.
Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) bidang pemajuan HAM Beka Ulung Hapsara mengatakan, peristiwa tersebut merupakan serangan langsung terhadap hak dan kebebasan beribadah dan berkeyakinan serta hak perlindungan.
"Kami mengutuk keras peristiwa kekerasan yang menimpa saudara-saudara kita Jemaat Ahmadiyah di Lombok Timur," kata Beka dalam konferensi pers di Kantor Komnas Perempuan, Jakarta, Senin (21/5/2018).
Beka meminta pihak kepolisian agar tak memilih jalan rekonsiliasi. Polisi, kata Beka, seharusnya menindak tegas pelaku perusakan yang sudah masuk ke ranah tindak pidana.
"Supaya tidak mengulangi metode-metode yang selama ini dilakukan Polri, memilih jalan damai dari pada memajukan langkah hukum yang memberi efek jera ke pelaku. Banyak kejadian didiamkan begitu saja, tidak ada tindakan hukum," jelas Beka.
Beka menyatakan, serangan ini bukan yang pertama terjadi di NTB terhadap warga Ahmadiyah. Intimidasi dan persekusi, sebut dia, telah terjadi sejak 2006.
Meskipun demikian, belum ada solusi untuk menangkal serangan intoleran tersebut. Pemerintah pusat maupun pemerintah daerah belum punya formula penyelesaian yang dapat diaplikasikan untuk menuntaskan konflik semacam itu, khususnya di NTB.
"Dari 2006 sampai saat ini belum ada solusi yang memadai, baik dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, dalam hal ini Pemerintah Provinsi NTB, Pemerintah Kabupaten Lombok Timur," ujar Beka.
Oleh karena itu, Beka menyatakan pihaknya meminta kepada pihak kepolisian untuk menindak tegas setiap tindak pidana seperti perusakan dan penyerangan seperti yang terjadi pada warga Ahmadiyah di Lombok Timur.
Selain itu, Komnas HAM juga meminta pemerintah daerah melindugi warga Ahmadiyah.
https://nasional.kompas.com/read/2018/05/21/16003841/komnas-ham-desak-polisi-tindak-perusak-rumah-warga-ahmadiyah