Salin Artikel

Gerakan Perempuan dalam Pergolakan Reformasi 1998

JAKARTA, KOMPAS.com - Tekad Reformasi 1998 tidak hanya dimiliki oleh gerakan mahasiswa atau elit politik semata, namun juga dimiliki oleh gerakan perempuan. 

Sayangnya, tidak banyak perhatian dan narasi sejarah yang memperlihatkan beban dan perjuangan kaum perempuan, dalam pergolakan Reformasi 1998.

Padahal sesungguhnya, demokrasi yang dibangun selama 20 tahun ini berdiri di atas penghancuran harga diri dan mertabat perempuan saat itu.

"Serta di atas kaki dan tangan perempuan yang melawan kekuasaan yang menyeleweng dan menindas," ujar Komisioner Komnas Perempuan Yuniyanti Chuzaifah, dalam konferensi pers, Jakarta, Minggu (20/5/2018).

Pada krisis ekonomi 1997 silam, suara kaum ibu-ibu yang tidak sanggup membelikan anaknya susu lah yang digunakan sebagai "senjata sosial" untuk menekan pemerintah.

Negara dinilai sudah tidak mampu memenuhi hal-hal mendasar mengenai asupan gizi dan nutrisi rakyatnya. Susu dalam makna simbolis, adalah makna gizi dan nutrisi bagi anak-anak.

Tak hanya itu, gerakkan perempuan juga membentuk crisis center pada 12 Mei 1998. Saat itu, isu penculikan, pemenjaraan para aktivis, dan jatuhnya korban jiwa akibat rezim Orde Baru sudah memuncak.

Selain mendata, Yuniyanti mengatakan, crisis center itu didirikan untuk membantu pemulihan psikologis bagi korban dan keluarga korban yang mengalami trauma dan ketakutan yang mendalam.

Saat ini, gerakan perempuan juga berupaya untuk membangun gerakan empati terhadap kaum perempuan yang menjadi korban kekerasan, termasuk banyaknya korban kekerasan seksual saat pergolakan Reformasi.

Yuniyanti mengatakan, yang dibangun oleh gerakan perempuan dalam perjuangan reformasi yakni budaya politik baru, yang berlandaskan etika kepedulian yang diwarnai empati satu sama lain.

Di satu sisi, hal itu juga merupakan bentuk perlawanan politik maskulin yang lekat dengan cara brutal dan sewenang-wenang. Tujuannya, untuk menciptakan demokrasi yang sejati, bukan demokrasi yang otoriter.

"Tampaknya, sedikit yang menyadari segala kesan dan tindakan gerakan perempuan pada 20 tahun silam," kata dia.

Pasca kerusuhan Mei 1998, gerakan perempuan juga meminta tanggung jawab penyelengara negara terkait tindakan brutal selama kerusuhan.

Bahkan, gerakan perempuan juga menuntut Presiden BJ Habibie yang menggantikan Soeharto, meminta maaf kepada para korban atas kekerasan yang terjadi.

"Tetapi, permintaan maaf itu sampai 20 tahun ini belum pernah dinyatakan oleh berbagai presiden setelah reformasi," ucap Yuniyanti.

Namun, gerakan perempuan berhasil menuntut negara untuk mengeluarkan keputusan pembentukkan Komisi Nasional Anti Kekerasan Perempuan (Komnas Perempuan).

Dalan kongres di Yogyakarta 22 Desember 1998, gerakan perempuan juga memunculkan gerakan afirmatif kuota 30 persen keterwakilan perempuan dalam lembaga politik.

"Gerakan itu kami nyatakan sebagai menara gerakan dan institusionalisasi budaya politik baru, yang berlandaskan etika keperdulian untuk menyumbangkan bangunan demokrasi setelah 1998," tutur dia.

Kini, tidak terasa usia reformasi sudah 20 tahun. Banyak capaian dari gerakan perempuan yang tidak hanya tumbuh di kota, namun juga di berbagai daerah.

Muncul juga kelompok-kelompok ibu rumah tangga yang mengadvokasi jaminan sosial, anggaran posyandu, untuk pengembangan sosial-ekonomi.

Selain itu, ada pula ketentuan 30 persen keterwakilan perempuan di kepengurusan partai politik.

https://nasional.kompas.com/read/2018/05/20/17420821/gerakan-perempuan-dalam-pergolakan-reformasi-1998

Terkini Lainnya

Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Nasional
Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Nasional
KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

Nasional
Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Nasional
Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Nasional
Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Nasional
Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Nasional
Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo', Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Sebut Jokowi Kader "Mbalelo", Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Nasional
[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri 'Triumvirat' Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri "Triumvirat" Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

Nasional
Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke