Menurut Lukman, rencana ini merupakan upaya untuk mewujudkan aspirasi umat Islam di Indonesia dan internasional.
"Jadi kami melakukan konsolidasi dengan menghubungi sejumlah ahli terkait untuk bagaimana menyamakan persepsi dalam penyatuan umat islam secara global ini," kata dia di Kementerian Agama, Jakarta, Selasa (15/5/2018) malam.
Lukman berharap rencana penyatuan kalender ini bisa terwujud di tahun ini. Ia berharap Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pimpinan ormas-ormas Islam mendukung rencana ini demi meningkatkan kebersamaan umat Islam.
Di sisi lain, Ketua Komisi VIII DPR Ali Taher juga mendorog pemerintah agar bisa membuat penyatuan kalender Islam agar pelaksanaan momen-momen seperti awal Ramadhan, Lebaran dan Idul Adha bisa sama.
"Saya kira kerinduan umat Islam akan kebersamaan dari waktu ke waktu akan menguat," katanya.
Ali Taher mendorong pemerintah melakukan rangkaian persiapan serta melakukan koordinasi dengan negara-negara Islam lainnya untuk bisa mewujudkan ini.
Wacana negara-negara Muslim
Sementara itu, Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Thomas Djamaluddin mengungkapkan, rencana ini sudah muncul sejak tahun 2016 pada Kongres Kalender Internasional di Turki.
Pada November 2017, juga terdapat seminar internasional terkait dengan kajian fiqih falak yang mengkaji penyatuan kalender islam. Dalam seminar itu dihasilkan Rekomendasi Jakarta.
"Isinya tiga, pertama harus ada otoritas tunggal kemudian ada batas wilayah dan kriteria. Terkait otoritas tunggal kita diarahkan melalui Organisasi Kerjasama Islam," kata Thomas.
Di tingkat regional, otoritas berada di forum menteri-menteri agama, kemudian di tingkat nasional menteri agama menjadi otoritas tunggal.
Terkait batas wilayah, kata Thomas, wacana ini semakin menguat, sehingga diputuskan batas tanggal internasional menjadi batas tanggal kalender Islam untuk mewujudkan sistem satu hari satu tanggal.
"Kalau sebut saja, di Indonesia 1 Ramadhan 1439 Hijriah hari Kamis, ya seluruh dunia Kamis juga," kata dia.
Dalam kriteria, penyatuan kalender islam juga didasarkan data-data astronomi. Thomas menuturkan, salah satu kriterianya berupa elongasi (jarak bulan-matahari) sebesar 6,4 derajat dan ketinggian bulan minimal 3 derajat.
"Supaya sabit bulan cukup tebal bisa menghasilkan cahaya syafak. Dan ketinggian minimal tiga serajat supaya hilal itu bisa mengalahkan cahaya syafak," kata dia.
Menurut Thomas, kriteria itu sebenarnya sudah mampu mengakomodasi kriteria-kriteria yang diterapkan oleh sejumlah ormas Islam besar di Indonesia. Hingga tahun 2021, penetapan awal Ramadhan, Syawal dan Zulhijah berpotensi seragam, karena posisi bulan masih berada di bawah ufuk atau di atas dua derajat.
"Tapi pasca 2021, potensi perbedaan akan terjadi lagi ketika posisi bulan berada di kriteria berbeda. Di antara nol derajat kriterianya Muhammadiyah, dua derajat kriterianya NU, oleh karenanya kalau kriteria itu dipakai, paska 2021 kita mengalami perbedaan lagi," ujar dia.
Oleh karenanya, ia mendorong Kementerian Agama untuk mengupayakan Rekomendasi Jakarta bisa diterapkan. Dengan demikian, Indonesia dan negara Islam lainnya akan memiliki kalender Islam tunggal.
"Kita bisa memastikan kapan masuknya Ramadhan, Syawal dan Zulhijah dan Idul Adha. Yang rukyat tetap dilakukan, sidang isbat juga dilakukan. Kalau kriterianya sama hasilnya sama dengan yang tertulis di kalender. Tentu umat Islam diharapkan bersatu," kata dia.
https://nasional.kompas.com/read/2018/05/16/06591081/pemerintah-ingin-wujudkan-kalender-islam-di-tingkat-nasional