Sejatinya, kata Hidayat, agama apapun menolak kekerasan dan aksi terorisme.
"Itu (aksi teror) penyimpangan pemahaman terhadap agama manapun. Agama apapun penting untuk dipahami baik dan benar. Agama apapun menolak terorisme," ujar Hidayat di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (15/5/2018).
Hidayat pun menekankan pentingnya kehidupan sosial di tengah masyarakat. Menurut dia, suatu keharusan bagi masyarakat untuk bersosialisasi guna menghindari pemahaman agama yang menyimpang.
"Untuk itulah sangat dipentingkan semuanya tadi kehidupan sosial. Kalau kehidupan sosial bagus dia akan bersama masyarakat shalat dengan masyarakat di masjid, mendengarkan pengajian dengan para kiai dan tokoh itu tidak menghadirkan pemahaman menyimpang," kata Hidayat.
"Jadi agama apapun kalau dipahami dengan menyimpang bisa menghadirkan terorisme," ucapnya.
Sebelumnya, serangan teroris terjadi di empat lokasi di Surabaya. Dua keluarga terlibat dalam aksi teror bom tersebut.
Satu keluarga terlibat dalam serangan bom bunuh diri di tiga gereja di Surabaya.
Puji Kuswati melakukan bom bunuh diri bersama dua anak perempuannya, FS (12) dan FR (9), di GKI Diponegoro.
Kedua anak laki-lakinya, YF (18) dan FH (16), meledakkan diri di Gereja Santa Maria Tak Bercela dengan mengendarai sepeda motor.
Sementara Dita Upriyanto, sebagai kepala keluarga, melakukan bom bunuh diri di Gereja Pantekosta Pusat dengan mengendarai mobil.
Kemudian, satu keluarga lain terlibat aksi bom bunuh diri di Mapolrestabes Surabaya.
Tri Ernawati (43) dan Tri Murtono (50), suaminya meledakkan dirinya di pintu gerbang Markas Polrestabes Surabaya dengan dua motor.
Keduanya juga mengajak tiga anaknya, yakni MDA (18), MDS (14) dan putri perempuan bungsunya AAP (7).
Kedua orangtua dan dua anak lelaki tewas di lokasi, sementara putri bungsunya selamat setelah terlempar saat bom diledakkan.
https://nasional.kompas.com/read/2018/05/15/13460641/wakil-ketua-majelis-syuro-pks-terorisme-bentuk-penyimpangan-agama