Peristiwa tersebut terjadi pada Selasa (8/5/2018) malam hingga Kamis (10/5/2018) pagi.
"ICJR meminta agar pemerintah membentuk tim penyelidik untuk melakukan evaluasi terhadap penyebab utama terjadinya kerusuhan yang menimbulkan korban jiwa tersebut," ujar Anggara melalui keterangan tertulisnya, Jumat (11/5/2018).
Menurut Anggara, hasil yang didapat tim penyelidik tersebut dapat menjadi pedoman bagi pemerintah untuk melakukan penanganan bagi tahanan dan narapidana yang berkategori high risk.
Sebab, penanganan pengelolaan rutan dan lapas napi teroris tidak berada di bawah kendali Kementerian Hukum dan HAM.
"Hasil-hasil penyelidikan tersebut juga disampaikan kepada masyarakat sebagai bentuk akuntabilitas pemerintah terhadap apa yang terjadi di dalam Rutan Salemba Cabang Mako Brimob," tuturnya.
ICJR juga meminta agar perisitiwa kerusuhan di Rutan Salemba Cabang Mako Brimob tidak menjadi alasan bagi pemerintah dan DPR untuk mempercepat pembahasan Rancangan Undang-Undang Anti-terorisme.
Salah satu ganjalan dalam pembahasan RUU Anti-terorisme adalah mengenai ketiadaan definisi Terorisme.
"ICJR meminta agar dalam pembahasan RUU Terorisme, defisini terorisme ditetapkan dengan hati-hati karena merupakan pintu masuk untuk mengatur materi muatan terkait tindak pidana terorisme. Jika tidak, maka peluang penyalahgunaan kekuasaan dan kewenangan dalam penegakan hukum terorisme akan terbuka lebar," kata Anggara.
Dalam insiden penyanderaan tersebut lima anggota polri gugur. Sementara satu narapidana teroris tewas karena berusaha melawan dan merebut senjata petugas.
Adapun kelima anggota Polri yang gugur adalah:
1. Iptu Luar Biasa Anumerta Yudi Rospuji Siswanto
2. Aipda Luar Biasa Anumerta Denny Setiadi
3. Brigpol Luar Biasa Anumerta Fandy Setyo Nugroho
4. Briptu Luar Biasa Anumerta Syukron Fadhli
5. Briptu Luar Biasa Anumerta Wahyu Catur Pamungkas.
https://nasional.kompas.com/read/2018/05/11/11281281/pemerintah-diminta-evaluasi-sistem-penanganan-narapidana-terorisme