Salin Artikel

Monopoli Insentif Elektoral Jokowi dan "Warning" untuk Partai Pendukungnya

Presiden Joko Widodo masih menjadi nama teratas dalam berbagai survei. Suatu hal lumrah karena politisi PDI Perjuangan sekaligus mantan Gubernur DKI Jakarta itu adalah petahana.

Penantang terkuat Presiden Jokowi adalah Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto. Kebetulan, Prabowo adalah lawan Jokowi di Pemilihan Presiden 2014 lalu.

Namun, yang masih menjadi pertanyaan adalah apakah kenaikan elektoral Jokowi berdampak terhadap partai-partai pendukungnya atau partai pendukung pemerintah.

Elektabilitas dan Kepuasan

Berdasarkan survei nasional Indikator Politik Indonesia (Indikator) pada 25 Maret - 31 Maret 2018, 60,6 persen responden memilih Jokowi, naik dari September 2017 yang sebesar 58,9 persen.

Kenaikan elektablitas Jokowi juga terlihat di survei-survei lainnya. Di survei Litbang Kompas pada 21 Maret-1 April 2018 misalnya, elektabilitas Jokowi mencapai 55,9 persen, naik dari enam bulan sebelumnya yang masih 46,3 persen.

Sementara itu, berdasarkan survei Poltracking pada 27 Januari - 3 Februari 2018, elektabiliotas Jokowi sebesar 57,6 persen, juga naik dari survei lembaga yang sama pada November 2017 yang sebesar 53,2 persen.

Dari hasil tiga lembaga survei tersebut, kenaikan elektabilitas Jokowi dari tahun lalu ada dikisaran 1,7 persen - 9,6 persen.

Kenaikan elektabilitas tersebut sejalan dengan tingkat kepuasan kepada Presiden Jokowi atau pemerintah.

Survei Indikator juga menangkap sebanyak 71,3 persen menyatakan puas, sementara 27,3 persen tidak puas. Sisanya 1,5 persen tidak menjawab.

Di survei yang sama, 72,5 persen responden merasa yakin atas kemampuan kepemimpinan Jokowi. Adapun 20,9 menyatakan tidak yakin dan sebanyak 6,6 persen tidak menjawab.

Sementara itu di survei Litbang Kompas, kepuasan kepada Pemerintahan Jokowi mencapai 72,2 persen. Angka ini naik 9,1 persen dari survei setahun lalu.

Adapun survei Poltracking, kepuasan kepada Pemerintahan Jokowi mencapai 68,9 persen, naik dari November 2017 yang hanya 67,9 persen.

Insentif Elektoral

Meski elektabilitas dan kepuasan publik kepada Jokowi terus naik, namun tak banyak partai politik yang menikmati insentifnya. Survei Indikator menangkap hal tersebut.

PDI-P menjadi partai yang keciptaran citra dari kenaikan elektabilitas Jokowi dan kepuasan kepada pemerintahan Jokowi.

Sebanyak 58 persen responden menilai PDI-P sebagai partai yang paling loyal, setia, atau berkomitmen kuat mendukung Jokowi. Padahal meski partai asal Jokowi, PDI-P tak selalu mendukung pemerintah Jokowi.

"Analisis saya PDI-P tidak terlalu all out mendukung Pak Jokowi. Lihat saja setahun pemerintahan Pak Jokowi, di tahun pertama, PDI-P kadangkala lebih oposisi ketimbang partai oposisi," kata Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanudin Muhtadi.

PDI-P memonopoli efek elektoral dari Jokowi. Sebab partai pendukung pemerintah lainnya jauh di bawah partai berlambang kepala banteng tersebut.

Partai Nasdem, partai pendukung pemerintah yang sudah jauh-jauh hari menyatakan dukungan kepada Jokowi maju di Pilpres 2019, nyatanya dinilai hanya oleh 9 persen responden sebagai partai yang loyal ke Jokowi. 

Nasib serupa diterima Golkar. Hanya 3 persen responden yang menilai partai beringin itu loyal kepada Jokowi. Padahal Golkar menjadi partai besar yang mendukung Jokowi.

Saat ini dua kader Golkar ada di kabinet yakni Airlangga Hartarto sebagai Menteri Perindustrian dan Idrus Marham sebagai Menteri Sosial. Bahkan Wakil Presiden Jusuf Kalla adalah tokoh senior Golkar.

Beberapa partai pendukung pemerintahan Jokowi lainnya yakni PKB hanya 2 persen, PAN dan Hanura 1 persen, serta PPP 0 persen.

"Insentif elektoral terhadap naiknya rating Pak Jokowi itu didominasi, dimonopoli oleh PDI-P, ini menarik," kata Burhanuddin.

Ancaman

Tak tersebarnya insentif elektoral Jokowi membuat partai-partai pendukungnya perlu waspada. Bagaimana tidak, elektabilitas partai-partai pendukung pemerintah terbilang rendah.

PDI-P yang memonopoli insentif elektoral Jokowi nyaman dengan elektabilitas 27,7 persen. Jumlah itu menempatkannya di posisi teratas partai dengan elektabilitas tertinggi, tak hanya partai pemerintah, namun juga oposisi.

Sementara Golkar, justru ada diposisi ketiga dengan 8 persen, terpaut 3,4 persen dari Gerindra yang menggusurnya dari posisi kedua.

Adapun PKB hanya 5,8 persen, atau berada di posisi kelima. Partai yang lekat dengan NU itu ada di bawah Demokrat yang berada di posisi keempat dengan 6,6 persen.

Sisanya yakni PPP, Nadem, PAN, Hanura, bahkan partai baru yang menyatakan dukungan kepada Jokowi, PSI, elektabilitas partai-partai pendukung pemerintah ada di bawah 4 persen.

Apa artinya?

Ancaman tak masuk parlemen kian nyata.

Sebab 4 persen adalah ambang batas partai masuk parlemen atau parliamentary threshold pada 2019 mendatang.

"Apa Kurangnya..?"

Politisi Partai Golkar sekaligus Ketua DPR Bambang Soesatyo mengakui bahwa peta elektoral Jokowi memang hanya menguntungkan PDI-P.

Namun hal itu dianggap wajar sebab saat ini dukungan politik ditentukan oleh tokoh atau figur. PDI-P untung karena figur Jokowi berasal dari partai tersebut.

"Apa kurangnya Golkar (mendukung Jokowi), apa kurangnya PPP sebagai partai tua, dengan akar rumput yang merata dimana-mana," kata dia.

"Walaupun beberapa waktu lalu Pak Jokowi pakai (kaos) kuning (warna Golkar) dan kami bangga sebagai pengusung Jokowi. Tetapi itu hanya dua hari. Selebihnya balik lagi ke merah (warna PDI-P)," sambung Bambang.

Meski begitu, ia juga masih yakin insentif elektoral Jokowi bisa menular ke partai pengusungnya.

Oleh karena itulah ujarnya, partai-partai pendukung Jokowi berlomba-lomba menyodorkan nama agar digandeng sebagai calon wakil presiden (Cawapres) di Pilpres 2019.

Sementara itu Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto mengatakan bahwa naik turunnya elektabilitas partai pemerintah adalah dinamika politik.

Menurutnya, partai yang punya elektabilitas tinggi jangan sombong, sementara partai yang elektabilitasnya rendah perlu kerja keras.

Politikus PDI-P lainnya, Maruarar Sirait mengatakan bahwa partainya tak takut ditinggal koalisi partai pendukung pemerintah.

Ia menilai partai-partai tersebut bisa melakukan branding sebagai pendukung Jokowi sehingga bisa mendapatkan insentif elektoral Jokowi.

"Di Jakarta dan daerah hampir semua parpol pendukung ada balihonya sama Pak Jokowi. Jadi kenapa harus takut? Sudah di-branding dan semua punya kesempatan (menaikkan elektabilitas)," ucap pria yang kerap disapa Ara itu.

Elektabilitas Bisa Berubah

Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanudin Muhtadi memberikan pernyataan penting. Elektabilitas partai masih sangat mungkin berubah jelang Pemilu 2019.

Sebab berdasarkan Survei Indikator, 21,6 persen responden yang belum menjawab atau belum memilih partai politik.

Selain itu, masyarakat yang sudah memilih juga masih ada peluang untuk mengganti pilihannya.

Menarik menunggu pergerakan partai-partai mengambil hati rakyat jelang Pemilu 2019.

Menarik pula menunggu partai-partai pendukung Jokowi me-branding partainya sebagai partai "Jokowi" untuk berebut insentif sektoral mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut.

https://nasional.kompas.com/read/2018/05/05/06450041/monopoli-insentif-elektoral-jokowi-dan-warning-untuk-partai-pendukungnya

Terkini Lainnya

KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

Nasional
Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Nasional
Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Nasional
KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

Nasional
Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Nasional
Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Nasional
Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Nasional
Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Nasional
Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo', Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Sebut Jokowi Kader "Mbalelo", Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Nasional
[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri 'Triumvirat' Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri "Triumvirat" Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

Nasional
Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke