Eksekusi dilakukan tanpa pemberitahuan kepada Pemerintah Indonesia.
Muhaimin, yang biasa disapa Cak Imin, mengkritik sikap Raja Salman yang tidak mengindahkan upaya-upaya Indonesia untuk membebaskan Zaini sejak 2008.
“Dua presiden, lho, yang meminta. Raja Salman juga pernah ke sini, disambut kurang megah apa oleh Pak Jokowi, tetapi tak mengubah apa-apa. Rasa persahabatan dan hormat yang kita tunjukkan malah diabaikan,” ujar Cak Imin di kantor DPP PKB, Jakarta Pusat, Senin (19/3/2018).
Cak Imin menyinggung salah satu kebijakannya saat masih duduk sebagai Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada 2011.
Saat itu, ia menerapkan moratorium pengiriman TKI ke Arab Saudi sebagai penyebab apatisnya Pemerintah Arab Saudi terhadap upaya diplomasi Indonesia.
“Paham, kan, mengapa saya memoratorium penempatan TKI ke Saudi sejak 2011? Paham, kan, sekarang? Memang ada perbedaan kultur, politik, dan sistem hukum yang terlalu jomplang antara kita dan mereka. Belum lagi TKI kita yang ke sana mayoritas low skill sehinggarentan dan rapuh dalam situasi negara yang peradabannya, ya, seperti itulah,” kata Cak Imin.
Ia mengatakan, kasus Zaini terjadi sejak 2004. Upaya pendampingan dan advokasi sudah dilakukan seiring dengan pergantian pemerintah. Namun, semua upaya tersebut tetap saja gagal.
Setelah divonis bersalah oleh pengadilan tingkat pertama, Zaini Misrin mengajukan banding ke Mahkamah Banding dengan didampingi Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Jeddah.
Akan tetapi, permohonan pengampunan terhadap Zaini ditolak Mahkamah Banding dan Kasasi oleh Raja Salman.
“KJRI Jeddah juga saat Zaini ditangkap mengaku tidak mendapatkan notifikasi atau pemberitahuan dari Otoritas Saudi. Mereka (Otoritas Saudi) memang saat itu tidak mau menandatangani MCN (Mandatory Consular Notification). Mereka enggak terikat kewajiban menginfokan kepada kita apa yang terjadi pada warga kita di sana. Ini sikap politik yang tidak bersahabat, tidak setara dari Saudi kepada Indonesia. Ini belum tuntas makanya penutupan permanen jadi masuk akal,” kata Cak Imin.
“Moratorium penempatan TKI rumah tangga ke Saudi itu sudah saya kalkulasi betul. Bukan buat gagah-gagahan atau sok heroik. Mestinya diteruskan menjadi penutupan permanen oleh pemerintah saat ini. Biar TKI yang middle dan high skill saja yang ditempatkan,” lanjutnya.
Cak Imin mengaku sudah menyampaikan belasungkawa untuk keluarga Zaini Misrin di Bangkalan, Madura, Jawa Timur. Dia berharap keluarga Misrin tabah.
Ia juga menginstruksikan pengurus PKB di Madura membantu keluarga Zaini Misrin.
Eksekusi tanpa notifikasi
Direktur Perlindungan WNI dan Bantuan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri Lalu Muhammad Iqbal mengatakan, Pemerintah Arab Saudi mengeksekusi Zaini Misrin tanpa pemberitahuan resmi lebih dulu kepada Pemerintah Indonesia.
"Pemerintah Indonesia sangat terkejut menerima informasi pelaksanaan hukuman mati terhadap Zaini Misrin di Mekkah," ujar Iqbal.
Selama ini, kata Iqbal, kedua negara punya hubungan baik yang telah terjalin berpuluh-puluh tahun.
Oleh karena itu, sudah sepantasnya Pemerintah Arab Saudi memberi notifikasi kepada Pemerintah Indonesia terlebih dulu.
"Apalagi, sejak 2015, ada understanding yang dibangun di antara pemimpin bahwa jika terjadi eksekusi lagi, pihak Arab Saudi akan beri notifikasi melalui perwakilan negara di Riyadh ataupun Jeddah," ujar Iqbal.
Meski demikian, menurut Iqbal, Pemerintah Indonesia bisa memahami kebijakan sepihak yang dilakukan Arab Saudi. Sebab, tak ada aturan yang mengharuskan Arab Saudi memberitahukan pelaksanaan eksekusi itu.
"Dalam aturan nasional Pemerintah Arab Saudi, tidak ada peraturan yang mewajibkan Arab Saudi memberi notifikasi kepada perwakilan negara asing dalam hal eksekusi," ujarnya.
Zaini Misrin, warga Bangkalan, Madura, dituduh membunuh majikannya di Kota Mekkah pada 2004.
Presiden Joko Widodo telah dua kali meminta bantuan Raja Salman meninjau kembali kasus pidana yang menjerat WNI tersebut.
Pemerintah juga telah melakukan segala upaya untuk membebaskan Zaini Misrin dari eksekusi hukuman mati di Arab Saudi.
Pemerintah melalui kuasa hukum Zaini Misrin telah melayangkan dua kali permohonan peninjauan kembali (PK).
Sejak 2004, kata Iqbal, KJRI di Jeddah juga telah berkunjung ke penjara tempat Zaini Misrin ditahan sebanyak 40 kali.
Kemudian, sejak 2011, pemerintah juga sudah menunjuk dua pengacara untuk Zaini Misrin.
Selama Zaini Misrin ditahan dari 2004 hingga sebelum dieksekusi, ada 42 nota diplomatik yang telah dikirimkan Indonesia ke Kementerian Luar Negeri Arab Saudi.
Bahkan, Presiden Indonesia juga telah mengirimkan surat kepada Raja Salman sebanyak tiga kali agar kasus Zaini Misrin ditinjau kembali.
https://nasional.kompas.com/read/2018/03/20/08205351/cak-imin-kecewa-raja-salman-abaikan-rasa-hormat-yang-ditunjukkan-indonesia