"Menurut saya ini cukup signifikan di sini. Karena landscape masyarakat kita ini berbasis ketokohan," ujar Septiaji kepada Kompas.com, Kamis (1/3/2018).
Kondisi itulah yang membuat publik kerapkali terbelah ke dalam kubu-kubu besar yang saling bertarung wacana di media sosial. Sebab, perdebatan antar elitE kerapkali dipandang publik sebagai sebuah masalah yang besar dan mengkhawatirkan.
"Ini akan membuat seolah-olah sedang terjadi sesuatu yang besar, pertentangan yang besar, masyarakat jadi berantem di media sosial," kata dia.
Menurut dia, tertangkapnya penyebar hoaks yang melibatkan dosen membuktikan bahwa polarisasi di dalam masyarakat telah menjalar ke emosi. Situasi itu memungkinkan seseorang yang berpendidikan juga bisa menebarkan ungkapan kebencian dan tidak bisa berpikir rasional.
Oleh karena itu, Septiaji meminta agar para elit politik menurunkan egonya, khususnya ketika membahas isu-isu politik. Sebab, jika para elite tak rukun, justru berpotensi menggagalkan upaya edukasi dan literasi pemanfaatan informasi di media sosial.
"Ini buat kami sangat penting sekali. Karena upaya edukasi literasi tapi kalau tokoh-tokohnya sok-sok berantem di depan publik jadi percuma," ungkapnya.
https://nasional.kompas.com/read/2018/03/02/10074711/konflik-antar-elite-politik-perparah-pertentangan-masyarakat-di-medsos