Sebelumnya terjadi kasus di mana Rumah Detensi Imigrasi Kemenkumham di Kalideres, Jakarta Barat, yang seharusnya menampung pelanggar keimigrasian, malah kebanjiran pengungsi asing.
"Ini kan terus kami memantau, kami tetap terus kerja sama dengan IOM, UNHCR mencari jalan keluar-jalan keluar untuk mereka-mereka," kata Yasonna, saat ditemui di kawasan Monas, Jakarta Pusat, Minggu (21/1/2018).
Dia mengakui terdapat keterbatasan daya tampung di Rumah Detensi yang dikelola kementeriannya. Termasuk di rumah sejumlah komunitas yang menampung para pengungsi.
Yasonna mengungkapkan keperihatinannya. Sebab, para pengungsi yang hendak menuju negara ketiga terkendala karena negara tujuannya itu tidak mau menerima mereka.
"Nah, ini jadi persoalan kita sendiri, makin lama makin build-up, oleh karenanya kerja sama dengan IOM, UNHCR, harus terus kami tingkatkan, (karena) kami punya kemampuan terbatas," ujar Yasonna.
Bersama organisasi dan badan dunia tersebut, kementeriannya sedang mengkaji apakah perlu kerja sama untuk bersama-sama membangun fasilitas tempat penampungan pengungsi.
Politisi PDI Perjuangan itu belum dapat menjawab apakah pemerintah dapat memberi kebijakan agar para pengungsi asing itu diperbolehkan bekerja di Indonesia sambil menunggu solusi atas mereka. Termasuk apakah anak-anak yang mereka bawa bisa bersekolah.
"Ini yang jadi perlu kajian antar kementerian, karena pada saat yang sama ini memang demi kepentingan human rights, tapi pada saat yang sama negara Indonesia juga punya keterbatasan," ujar Yasonna.
"Maka kajian harus dilakukan secara mendalam bagaimana solusinya dan ini memerlukan kerja sama dunia internasional, terutama organ-organ PBB, terutama UNCHR dan bantuan IOM, untuk kita mencari jalan keluar. IOM sudah banyak bantu," tambah Yasonna.
https://nasional.kompas.com/read/2018/01/21/11455301/pengungsi-tinggal-di-trotoar-yasonna-akui-daya-tampung-rumah-detensi