Alamsyah mengatakan, saat ini Ombudsman sedang menindaklanjuti kasus tersebut berdasarkan aduan kelompok warga di Pulau Pari.
"Di Pulau Pari kami lihat ada kejangganan dalam tanda kutip, dalam proses peralihan hak warga Pulau Pari ke PT Bumi Pari," kata Alamsyah, dalam jumpa pers di Kantor Ombudsman, Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta, Selasa (19/12/2017).
Indikasi kejanggalan itu terdapat pada jangka waktu pengalihan hak dengan penerbitan Sertifikat Hak Guna Bangunan perusahaan tersebut.
"SHGB 2014, pengalihan hak terjadi pada tahun 1970-an. Selama ini lantas motivasinya apa," ujar Alamsyah.
Dalam kasus ini, Ombudsman menilai, ada kecenderungan warga yang menghuni suatu tempat dapat dikalahkan oleh pendatang baru hanya karena punya sertifikat.
Dia mengakui, sulit untuk membuktikan pengakuan warga Pulau Pari bahwa dahulu mereka pernah menyerahkan surat atau tanda kepemilikan lahan kepada kelurahan setempat.
Akan tetapi, kata Alamsyah, Undang-Undang Pokok Agraria mengatur bahwa tanah mempunyai fungsi sosial dan berasaskan keadilan.
Artinya, tidak bisa hanya karena penduduk yang sudah lama tinggal tetapi tidak punya bukti-bukti kepemilikan lahan, lantas lahan yang mereka tempati dibebaskan semena-mena.
"Enggak bisa hanya karena orang enggak punya bukti-bukti, dia sudah lebih dulu tinggal, karena sebagian orang punya uang, lantas dia bisa bebaskan semena-mena," ujar Alamsyah.
Ombudsman sudah dua kali mendatangi Pulau Pari untuk melakukan pemeriksaan. Jika diperlukan, Ombudsman akan datang kembali untuk pemeriksaan.
Ombudsman fokus pada pemeriksaan untuk melihat bagaimana peralihan hak lahan tersebut dan mencari bukti klaim warga bahwa mereka sudah lama menempati lahan di Pulau Pari.
"Kami lihat dari status-status kuburan di situ memang mereka domisili cukup lama. Sebagian cukup clear, sebagian kami belum tahu," ujar Alamsyah.
Baca: Belum Ada Action dari Anies, Warga Pulau Pari ke Balai Kota Lagi
"Nah apakah mereka bisa disingkirkan begitu saja kan tidak mungkin, harus ada proses administrasi lahan yang berkeadilan," tambah dia.
Ombudsman juga akan mengecek mengenai peruntukan lahan Pulau Pari. PT Bumi Pari Asri disebut-sebut berencana membangun resor, akuarium, dan tempat pertemuan di Pulau Pari.
"Kami harus cek nanti kesesuaian tata ruangnya. Apakah itu boleh nanti dibangun pariwisata yang untuk cottage atau untuk permukiman yang untuk perumahan, itu kan juga ada kesesuaian yang harus kami cermati juga," ujar Alamsyah.
Tidak menutup kemungkinan Ombudsman akan berkoordinasi dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Menurut dia, Gubernur punya peranan dalam menegakkan aturan masalah tata ruang.
"Kita lihat dulu tata ruangnya sudah ditetapkan enggak? Kalau tata ruangnya enggak sinkron, gubernur harus menegakkan tata ruang itu. Tapi kalau tata ruangnya sinkron, (ya) aspek keadilan, nah itu adalah BPN," ujar Alamsyah.
Namun, Ombudsman belum melakukan pembicaraan dengan DKI mengenai aduan warga yang mereka tangani ini.
"Belum, kami masih fokus untuk dapatkan temuannya. Jadi begitu kami fix, kami akan mulai memuat catatan-catatan untuk para pihak semua," kata dia.
https://nasional.kompas.com/read/2017/12/19/15501181/ombudsman-nilai-ada-kejanggalan-pada-peralihan-lahan-di-pulau-pari