Menurut Bima, praktik investasi di negara-negara yang dikenal surga pajak biasanya berkaitan dengan bisnis gelap mulai dari money laundry, korupsi, narkoba, dan pelanggaran hukum lainnya.
"PPATK disarankan membentuk tim investigasi," ujar Bima kepada Kompas.com, Jakarta, Kamis (9/11/2017).
Pembentukan tim investigasi bisa menggandeng otoritas pajak dalam atau luar negeri. Hal ini dinilai penting untuk memastikan apakah ada praktik penghindaran pajak atau tidak.
Baca: "Dokumen Surga", Ujian Selanjutnya untuk Pemerintah...
Selama ini, negara-negara surga pajak memang dipilih oleh sebagian orang untuk menyimpan hartanya atau investasi karena memiliki tarif pajak rendah, jaminan perlindungan aset, hingga jaminan keamanan tinggi dewa.
Berbagai fasiltas itu menjadi magnet kuat bagi siapa pun yang memiliki kemampuan finansial untuk menyimpan hartanya di negara-negara surga pajak, termasuk dana-dana haram sekalipun.
Negara-negara atau yurisdiksi yang dikenal sebagai surga pajak di antaranya Cayman Islands, Luksemburg, Bermuda, Bahamas, dan Swiss.
Menurut Bima, tindak lanjut Paradise Papers seharusnya bisa lebih mulus dan tuntas karena tidak ada pengampunan pajak atau tax amnesty jilid 2.
Alasannya, tahun lalu, saat dokumen Panama Papers terungkap, upaya menelusuri harta para WNI terbentur dengan kebijakan tersebut.
Baca: Heboh Data Investigasi "Dokumen Surga", Apa Kata Ditjen Pajak?
Berdasarkan data penelitian ekonom Univesity of California, Gabriel Zucman, dana yang tersembunyi atau dana gelap di dunia mencapai 7,1 triliun dollar atau Rp 98.000 triliun.
Sementara, berdasarkan data Kementerian Keuangan (Kemenkeu), harta WNI di luar negeri mencapai Rp 11.000 triliun.
Angka itu sama dengan 11,2 persen dana yang tersembunyi di dunia.
Adapun, lembaga riset internasional McKinsey memperkirakan harta WNI di luar negeri mencapai Rp 3.250 triliun.
Meski potensi harta WNI di luar negeri sangat besar, namun harta yang dilaporkan melalui program tax amnesty atau pengampunan pajak hanya Rp 1.179.
Rinciannya, Rp 1.032 triliun deklarasi luar negeri dan Rp 147 triliun dana repatriasi.
Jika dibandingkan angka Rp 11.000 triliun data pemerintah atau Rp 3.250 triliun data McKinsey, realisasi tax amnesty masih kecil.
Meski demikian, Indonesia menjadi satu dari 100 negara yang sudah sepakat menjalin kerja sama pertukaran informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan atau Automatic Exchange of Information (AEoI).
Kebijakan itu akan diterapkan di Indonesia pada 2018.
Manfaatnya, pemerintah bisa mendapatkan data-data keuangan para WNI yang ada di luar negeri dari otoritas pajak setempat kapan saja tanpa meminta sekali pun.
https://nasional.kompas.com/read/2017/11/09/11072581/telusuri-dana-wni-dalam-dokumen-surga-ppatk-disarankan-bentuk-tim