Salin Artikel

Sidang MK, YLBHI Nilai Negara Lalai Lindungi Hak Asasi Warga Ahmadiyah

Tidak hanya lalai, Asfinawati bahkan menyebut negara ikut terlibat dalam pelanggaran HAM, sebab membiarkan pelanggaran tersebut terjadi meski telah berlangsung selama bertahun-tahun.

"Negara bukan hanya lalai atau ommission dalam penghormatan dan perlindungan hak-hak konstitusional warganya, tapi juga turut terlibat dan aktif atau commisssion dalam pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia yang dijamin konstitusi," ujar Asfinawati saat memberikan keterangan ahli dalam sidang uji materi atas Undang-Undang Nomor 1 PNPS tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, (7/11/2017).

Asfinawati pun memaparkan catatan YLBHI tentang praktik diskriminasi dan kekerasan yang dialami warga JAI dalam bentuk pelarangan aktivitas.

Menurut Asfinawati, setidaknya ada lima provinsi dan 22 kabupaten/kota yang resmi melakukan pelarangan seluruh aktivitas komunitas Jemaah Ahmadiyah.

Bahkan, ada sejumlah daerah yang melarang warga JAI untuk beribadah secara tertutup dan internal.

Seluruh peraturan tersebut, kata Asfinawati merujuk Undang-Undang Nomor 1/PNPS/1965 sebagai dasar pertimbangan.

Selain itu, Undang-Undang Nomor 1/PNPS/1965 juga menjadi dasar Keputusan Bersama Menteri Agama, Jaksa Agung, dan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2008, Nomor KEP-033/A/JA/6/2008, dan Nomor 199 Tahun 2008 tentang Peringatan dan Perintah kepada Penganut, Anggota, dan/atau Anggota Pengurus JAI) dan Warga Masyarakat (SKB Tiga Menteri).

"SKB Tiga Menteri ini justru menjadi alat legitimasi lanjutan untuk tindakan-tindakan intoleransi dan diskriminasi yang dialami oleh komunitas JAI," ucapnya.

Asfinawati mengatakan, Pasal 1 UU Nomor 1/PNPS/1965 bermasalah secara substansi dan multitafsir sehingga melanggar hak-hak konstitusionalitas warga negara yakni, menimbulkan praktik yang diskriminatif, melanggar asas kepastian hukum dan berakibat melanggar hak warga negara untuk menganut agama dan beribadah atau mengamalkan keyakinan.

Dia pun merujuk pada pertimbangan dalam Putusan MK Nomor 140/PUU-VII/2009 Pengujian UU 1/PNPS/Tahun 1965.

"Yang dilarang adalah dengan sengaja di muka umum menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum, untuk melakukan penafsiran tentang sesuatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan keagamaan dari agama itu," kata Asfinawati.

Oleh sebab itu, ia meminta MK memperjelas Pasal 1 UU1/PNPS/Tahun 1965 dengan memberi batasan tentang unsur di muka umum. Dia berpendapat warga JAI tetap bisa beraktivitas apabila ceramah dilakukan hanya hadapan penganut agama dari penceramah.

Sebelumnya, sembilan anggota Jemaah Ahmadiyah Indonesia dari berbagai daerah mengajukan gugatan terhadap Undang-Undang Penodaan Agama ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Menurut mereka, ketentuan berlakunya Pasal 1, 2, dan 3 Undang-Undang Nomor 1 PNPS (Penetapan Presiden) tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama (P3A/Penodaan Agama) telah merugikan hak konstitusional sebagai warga negara.

Mereka berpandangan, pasal-pasal tersebut bisa ditafsirkan sangat luas.

Selanjutnya, pasal tersebut menjadi dasar dari pembuatan Surat Keputusan Bersama terkait dengan keberadaan Jamaah Ahmadiyah (SKB Ahmadiyah) dan SKB tersebut menjadi rujukan bagi pemerintah daerah menetapkan aturan.

Untuk diketahui, sebagai organisasi yang berbadan hukum, JAI telah disahkan dengan surat Keputusan Menteri Kehakiman RI tanggal 13 Maret 1953 Nomor J.A. 5/23/13 dan diumumkan dalam Tambahan Berita Negara RI Nomor 26 tanggal 31 Maret 1953.

Hingga kini badan hukum tersebut masih diakui dan tidak ada satu pun Putusan Pengadilan yang membatalkan dan/atau mencabut status tersebut.

https://nasional.kompas.com/read/2017/11/07/17001881/sidang-mk-ylbhi-nilai-negara-lalai-lindungi-hak-asasi-warga-ahmadiyah

Terkini Lainnya

'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Nasional
Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Nasional
Prabowo Mau Bentuk 'Presidential Club', Pengamat: Kalau Diformalkan, Berapa Lagi Uang Negara Dipakai?

Prabowo Mau Bentuk "Presidential Club", Pengamat: Kalau Diformalkan, Berapa Lagi Uang Negara Dipakai?

Nasional
Hadiri MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10 di Meksiko, Puan: Kepemimpinan Perempuan adalah Kunci Kemajuan Negara

Hadiri MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10 di Meksiko, Puan: Kepemimpinan Perempuan adalah Kunci Kemajuan Negara

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke