Sementara itu, sebanyak 55 daerah masih dalam pembahasan NPHD, dan 10 daerah belum melakukan pembahasan NPHD sama sekali.
Abhan mengatakan, 10 daerah yang belum melakukan pembahasan NPHD tersebut akan berimplikasi terhadap penyelenggara pilkada, khususnya untuk kepentingan alat kerja pengawasan.
"Konsekuensinya yang paling dekat adalah pembentukan panwas kecamatannya mundur. Karena kan mereka dalam pembentukan panwas kecamatan juga butuh operasional," kata Abhan di Kantor Bawaslu Jakarta, Senin (18/9/2017).
Menurut Abhan, alasan yang sering disampaikan 10 daerah tadi adalah belum adanya ketersediaan anggaran. Namun, Abhan menegaskan, sesuai dengan undang-undang, daerah wajib memfasilitasi pilkada.
Abhan menyebut, 10 daerah yang belum melakukan pembahasan NPHD sama sekali di antaranya Kabupaten Seruyan, Kabupaten Mempawah, Kabupaten Mamasa, dan Kabupaten Polewali Mandar.
"Sisanya ada di Papua semua, yaitu Kabupaten Biak Numfor, Kabupaten Jayawijaya, Kabupaten Paniai, Kabupaten Deiyai, Kabupaten Puncak, serta Kabupaten Mamberamo Tengah," ucap Abhan.
Dia menambahkan, tenggat waktu penandatanganan NPHD adalah akhir September ini. Sehingga apabila pembahasan di 10 daerah tersebut tidak kunjung selesai, otomatis pembentukan panwas kecamatan akan molor.
Dia pun berjanji, Bawaslu akan berkoordinasi terus dengan pemerintah kabupaten/kota melalui Kementerian Dalam Negeri guna mendorong pembahasan NPHD di 10 daerah itu.
"Karena apa, bahwa ini nanti akan punya pengaruh terkait dengan dukungan anggaran dan dukungan fasilitas lainnya untuk panwas kabupaten/kota," ucap Abhan.
https://nasional.kompas.com/read/2017/09/18/17200351/10-daerah-belum-bahas-nphd-pembentukan-panwas-kecamatan-dapat-molor