Direktur Merger KPPU Taufik Aryanto mengatakan, idealnya, beban tambahan top up uang elektronik tersebut dibagi-bagi juga kepada operator, bahkan pemerintah. Bukan hanya kepada konsumen.
"Paket terbaiknya, ada yang ditanggung pemerintah dalam bentuk PSO (Public Service Obligation), ada yang dibebankan ke konsumen tapi kecil. Mungkin hanya seperempat atau seperlima," ujar Taufik usai menjadi narasumber dalam acara diskusi di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (16/9/2017).
Public Service Obligation adalah kebijakan pemerintah kepada perusahaan, umumnya BUMN, untuk memberikan subsidi dalam jumlah tertentu pada sektor pelayanan publik. Apalagi, per 31 Oktober 2017 mendatang, pemerintah mewajibkan penggunaan kartu elektronik (e card) untuk pembayaran di gerbang tol. Pasti, kebutuhan uang elektronik beserta aktivitas top up akan meningkat secara tajam.
Taufik menyebutkan, KPPU belum diajak komunikasi oleh Bank Indonesia (BI) terkait pembebanan biaya tambahan saat top up uang elektronik itu. "Kami belum dilibatkan dalam diskusi biaya top up. Kalau kami diajak diskusi, akan kasih masukan bahwa biaya operasional dan maintenance e toll jangan 100 persen dibebankan kepada konsumen. Paling tidak dibagi, ada yang ke konsumen, ada yang beban operator dan pemerintah," ujar dia.
Selain itu, KPPU berharap, ke depan akan lebih banyak lagi lembaga, baik perbankan atau non perbankan yang diberikan izin untuk menerbitkan uang elektronik.
"Jadi, paling tidak konsumen punya pilihan. Jangan sampai kita nasabah bank A, karena bank-nya enggak masuk, mau enggak mau terpaksa harus beli dari yang lain," ujar dia.
https://nasional.kompas.com/read/2017/09/16/16000071/kppu-usulkan-biaya-top-up-uang-elektronik-ditanggung-pso