Penuntasan kasus Munir, kata Al Araf, bukan semata-mata untuk memenuhi rasa keadilan keluarga korban, tetapi juga jaminan dari pemerintah bahwa peristiwa serupa tidak berulang.
"Presiden harus mengungkapkan kasus ini hingga tuntas karena kepentingan membuka kasus ini bukan hanya untuk keluarga Munir tapi untuk memastikan bahwa peristiwa semacam ini tidak akan terulang," ujar Al Araf saat ditemui di kantor Imparsial, Jakarta, Rabu (6/9/2017).
"Bahaya sekali kalau dalam negara demokrasi ada pelaku pembunuhan yang kemudian bebas berkeliaran," kata dia.
Desakan untuk menuntaskan kasus Munir, lanjut Al Araf, seharusnya menjadi perhatian pemerintahan saat ini.
Pasalnya, memasuki tahun ketiga masa pemerintahan Presiden Jokowi, belum ada satu pun kasus pelanggaran HAM yang dituntaskan, sebagaimana janji politik Jokowi saat kampanye pemilu 2014 lalu.
"Presiden Joko Widodo harus memiliki kemauan politik untuk menyelesaikan kasus Munir karena sudah tiga tahun masa pemerintahannya sehingga sudah saatnya menjadi prioritas pemerintah," ucapnya.
Selain itu, menurut Al Araf, Presiden Jokowi memiliki kepentingan untuk menuntaskan kasus Munir sebagai jawaban atas tuduhan yang dialamatkan kepada Jokowi.
Kalangan masyarakat sipil pegiat HAM menilai, selama ini Presiden Jokowi dikelilingi oleh orang-orang yang diduga terlibat dalam kasus pelanggaran HAM.
"Kalau hingga akhir tahun 2019 pemerintah Jokowi tidak menyelesaikan kasus ini maka benar adanya bahwa orang-orang di lingkaran Presiden Jokowi yang diduga kuat terlibat di kasus Munir," kata Al Araf.
"Oleh karenanya presiden harus menjawab bahwa dugaan Presiden dekat dengan pelaku, dengan cara menyelesaikan kasus Munir ini di tahun depan," tuturnya.
Munir dibunuh dalam penerbangan dari Jakarta ke Amsterdam di atas pesawat Garuda Indonesia pada 7 September 2004.
Namun setelah 13 tahun berlalu, pemerintah belum bisa mengungkap siapa dalang pembunuhan Munir.
https://nasional.kompas.com/read/2017/09/06/16542311/bahaya-sekali-kalau-pembunuh-munir-bebas-berkeliaran