Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kepemimpinan OSO Dinilai Tak Sah, Pemakaian Anggaran DPD Dipertanyakan

Kompas.com - 07/06/2017, 04:04 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Peneliti dari Pusat Kajian Anti-Korupsi, Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Hifdzil Alim menilai kepemimpinan Oesman Sapta Odang di Dewan Perwakilan Daerah tidak sah. Oleh karena itu, pemakaian anggarannya pun dinilai menjadi tidak sah.

"Kalau kepemimpinannya tidak sah, maka segala tindakan, tindakan politiknya, kebijakannya, tindakan anggarannya juga dianggap tidak sah," kata Hifdzil, dalam diskusi tentang kisruh DPD, di Jakarta, Selasa (6/6/2017).

"Pertanyaannya, apakah pelaksanaan kegiatan dari penggunaan anggaran yang tidak sah dan melawan hukum itu bagian dari tindak pidana korupsi?" tanya dia.

Hifdzil mengatakan, menilik Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, maka perbuatan secara melawan hukum, memperkaya diri sendiri, dan menguntungkan diri sendiri termasuk ke delik tindak pidana korupsi.

"Perbuatan menguntungkan diri sendiri atau orang lain, jelas menguntungkan yang menerima gaji itu. Dan merugikan keuangan negara sudah pasti, karena melawan hukum," kata Hifdzil.

Hifdzil melihat, perbuatan melawan hukum yang dilakukan Oesman yaitu melawan tata tertib tentang pengangkatan pimpinan DPD. Selain itu, kubu Oesman juga diduga melanggar putusan Mahkamah Agung atas pengujian sebuah peraturan perundang-undangan.

Di sisi lain, Hifdzil juga heran dengan Oesman Sapta yang merangkap jabatan dua lembaga negara sekaligus, yaitu sebagai Wakil Ketua MPR dan Ketua DPD.

Dalam pandangannya, dua kepemimpinan yang dijalankan oleh satu orang cenderung menimbulkan abuse of power (penyelewengan kekuasaan).

"Dalam sejarahnya, baru kali ini ada kepemimpinan satu orang di dua lembaga yang sama-sama legislatif. Pertanyaannya sederhana, apakah Pak OSO bisa menjalankan kepemimpinan itu dalam satu waktu?" ucapnya.

Hifdzil pun menilai tindakan yang dilakukan sejumlah anggota DPD yang berebut kekuasaan saat ini lebih menyerupai anak-anak geng motor.

"Dulu Gus Dur (presiden ketiga RI Abdurrahman Wahid) bilang kalau anggota dewan itu mirip seperti anak TK. Tetapi sekarang ditampakkan tidak seperti anak TK. Ini lebih beringas, seperti geng motor, dengan cara-cara melawan hukum," kata dia.

Namun, Oesman Sapta Odang menganggap proses pemilihan dirinya sah.

"Kalau lihat mekanisme organisasi tatib (tata tertib). Tegang lalu ada pencairan, ada musyawarah mufakat, kenapa tidak? Ya sah, sudah," ujar Oesman.

(Baca: Bagi Oesman Sapta, Proses Pemilihan Ketua DPD Sah)

Menurut dia, meski ada putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan Tata Tertib Nomor 1 Tahun 2016 dan 2017 mengenai masa jabatan Pimpinan DPD selama 2,5 tahun, pemilihan Pimpinan DPD yang sudah berlangsung tetap sah.

Ia menilai, sebelum putusan MA keluar, internal DPD telah menjadwalkan pemilihan Pimpinan DPD pada 3 April 2017.

Oleh karena itu, ia meminta agar proses politik yang sudah berjalan di internal DPD harus dihormati oleh pihak lain.

"MA kan tidak salah juga karena dia menetapkan itu (masa jabatan Pimpinan DPD) 5 tahun karena dia berpikir sesuai dengan Undang-undang MD3," kata Oesman.

(Baca juga: Tolak Oesman Sapta, 23 Anggota DPD Dana Resesnya Dibekukan)

Kompas TV Dualisme Kepemimpinan DPD Belum Berakhir
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

14 Negara Disebut Akan Ambil Bagian dalam Super Garuda Shield 2024

14 Negara Disebut Akan Ambil Bagian dalam Super Garuda Shield 2024

Nasional
Khofifah Ingin Duet dengan Emil Dardak, Gerindra: Kami Akan Komunikasi dengan Partai KIM

Khofifah Ingin Duet dengan Emil Dardak, Gerindra: Kami Akan Komunikasi dengan Partai KIM

Nasional
Wamenkeu Sebut Pemilu 2024 Berkontribusi Besar Dorong Pertumbuhan Ekonomi

Wamenkeu Sebut Pemilu 2024 Berkontribusi Besar Dorong Pertumbuhan Ekonomi

Nasional
Mensos Risma Janjikan 3 Hal kepada Warga Kabupaten Sumba Timur

Mensos Risma Janjikan 3 Hal kepada Warga Kabupaten Sumba Timur

Nasional
SYL Renovasi Rumah Pribadi, tapi Laporannya Rumah Dinas Menteri

SYL Renovasi Rumah Pribadi, tapi Laporannya Rumah Dinas Menteri

Nasional
Jaksa KPK Sebut Nilai Total Gratifikasi dan TPPU Gazalba Saleh Capai Rp 62,8 M

Jaksa KPK Sebut Nilai Total Gratifikasi dan TPPU Gazalba Saleh Capai Rp 62,8 M

Nasional
Ratas Evaluasi Mudik, Jokowi Minta 'Rest Area' Diperbanyak

Ratas Evaluasi Mudik, Jokowi Minta "Rest Area" Diperbanyak

Nasional
Dugaan TPPU Hakim Gazalba Saleh: Beli Alphard, Kredit Rumah Bareng Wadir RSUD di Jakarta

Dugaan TPPU Hakim Gazalba Saleh: Beli Alphard, Kredit Rumah Bareng Wadir RSUD di Jakarta

Nasional
Anggota Bawaslu Intan Jaya Mengaku Disandera KKB Jelang Pemilu, Tebus Ratusan Juta Rupiah agar Bebas

Anggota Bawaslu Intan Jaya Mengaku Disandera KKB Jelang Pemilu, Tebus Ratusan Juta Rupiah agar Bebas

Nasional
Dalam Sidang MK, KPU Ungkap Kontak Senjata TNI-OPM Jelang Hitung Suara, Satu Warga Sipil Tewas

Dalam Sidang MK, KPU Ungkap Kontak Senjata TNI-OPM Jelang Hitung Suara, Satu Warga Sipil Tewas

Nasional
Sinyal Kuat Eko Patrio Bakal Jadi Menteri Prabowo

Sinyal Kuat Eko Patrio Bakal Jadi Menteri Prabowo

Nasional
Yakin 'Presidential Club' Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

Yakin "Presidential Club" Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

Nasional
Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Nasional
Gejala Korupsisme Masyarakat

Gejala Korupsisme Masyarakat

Nasional
KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com