JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Oesman Sapta Odang, dinilai meragukan sendiri legalitas kepemimpinannya. Hal itu terlihat dari upayanya memaksa anggota DPD untuk mendukung kepemimpinannya.
Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz mengatakan, salah satu upaya pemaksaan yang dilakukan Oesman adalah pembekuan dana reses terhadap para anggota yang tak mendukung kepemimpinannya serta dua wakilnya Nono Sampono dan Darmayanti Lubis.
"Ini bentuk ketidakpercayaan diri bahwa kepemimpinannya tidak sah. Kalau dia yakin sah seharusnya tidak ada upaya paksa ini," ujar Donal di Kantor ICW Jakarta, Minggu (21/5/2017).
Sebelumnya, anggota DPD RI dari Provinsi DI Yogyakarta, Muhammad Afnan Hadikusumo membenarkan adanya pembekuan dana reses terhadap para anggota yang tak mendukung kepemimpinan Oesman Sapta. Afnan merupakan salah satu anggota yang ditahan dana resesnya.
"Ada sekitar 23 orang yang sampai sekarang ditahan dana resesnya karena menolak mengisi blanko dukungan kepada kepemimpinan periode 2017-2019," kata Afnan saat dihubungi, Jumat (12/5/2017).
Baca: Tolak Oesman Sapta, 23 Anggota DPD Dana Resesnya Dibekukan
Polemik jabatan pimpinan di DPD bermula dari adanya Peraturan DPD Nomor 1 Tahun 2016 dan Nomor 1 Tahun 2017 yang salah satunya mengatur masa jabatan pimpinan DPD dari lima tahun menjadi dua tahun enam bulan. Pada 30 Maret, Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan putusan yang isinya membatalkan kedua Tata Tertib DPD itu.
Namun, pada awal April, sebagian anggota DPD tetap menjalankan pemilihan hingga dini hari dan menetapkan Oesman Sapta sebagai Ketua DPD. Sebagian anggota DPD kemudian pengangkatan Oesman adalah tindakan ilegal.
"Justru upaya menahan dana reses ini menunjukan dia tidak yakin. Penyalahgunaan wewenang yang secara hukum tidak legal," kata Donal.