Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peneliti CSIS Nilai Definisi Pasal Penodaan Agama Perlu Diperjelas

Kompas.com - 24/05/2017, 18:26 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti dari Center for Strategic and International Studies (CSIS) Tobias Basuki berpendapat bahwa penghapusan Pasal 156a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak menjadi solusi yang efektif untuk mengantisipasi adanya manipulasi kepentingan menggunakan isu penodaan agama.

Tobias pun mengusulkan dilakukannya revisi terkait pasal tersebut.

"Ketentuan penodaan agama dalam Pasal 156a seharusnya direvisi. Harus ada definisi yang jelas terkait penodaan agama," ujar Tobias, usai diskusi "Konflik Etno-relijius, Penodaan Agama, dan Demokrasi di Indonesia" di auditorium CSIS, Jakarta, Rabu (24/5/2017).

Tobias menuturkan, selain tidak mungkin dilakukan, penghapusan Pasal 156a justru akan memengaruhi kebebasan beragama. Sebab, tidak ada legal standing atau peraturan hukum lain untuk menggantikan pasal tersebut.

Sementara itu, kata Tobias, Mahkamah Konstitusi pernah menolak gugatan uji materi atau judicial review terhadap Pasal 156a oleh kalangan masyarakat sipil.

Namun, MK juga berpendapat bahwa pasal tersebut harus direvisi agar memberikan kepastian hukum.

Di sisi lain, Tobias juga menilai Indonesia belum memiliki instrumen hukum atau undang-undang yang detil mengatur tindak ujaran kebencian terkait penodaan agama.

"Harus ada UU yang jelas mengatur hate speech terkait penodaan agama," ucap Tobias.

(Baca juga: Hukuman Penodaan Agama Diusulkan Tak Cuma Pidana Penjara)

Dalam laporan riset "Rezim Penodaan Agama 1965-2017" oleh Setara Institute, terungkap bahwa delik penodaan agama rentan dimanipulasi dan tidak murni untuk kepentingan agama.

Berdasarkan hasil riset Setara Institute, tercatat ada 97 kasus penodaan agama yang terjadi dalam kurun waktu 1965 hingga 2017.

Jika ditelisik lebih jauh, ada berbagai macam konteks yang melatarbelakangi seluruh kasus penodaan agama tersebut.

(Baca juga: SETARA Institute: Kasus Penodaan Agama Menguat Pasca Reformasi)

Direktur Riset Setara Institute Ismail Hasani memaparkan, sebagian besar kasus penodaan agama dilatarbelakangi oleh konflik kepentingan, antara lain relasi sosial, relasi bisnis dan kontestasi politik.

Sementara itu dari keseluruhan kasus penodaan agama, hanya 10 kasus yang berdasarkan konflik keagamaan dan 22 kasus terkait polemik pemahaman keagamaan.

Kompas TV Terdakwa kasus penodaan agama Ahok memutuskan untuk tidak mengajukan banding.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com