Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Yorrys Raweyai: Di Sidang Sudah Transparan, Masak Kita Mau Bela?

Kompas.com - 27/04/2017, 15:43 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

TANGERANG SELATAN, KOMPAS.com - Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Partai Golkar Yorrys Raweyai menyebut, dugaan keterlibatan Setya Novanto dalam perkara korupsi e-KTP sudah jelas jika dipantau lewat dari persidangan.

Oleh sebab itu, menurut Yorrys, Ketua Umum Partai Golkar itu tidak perlu lagi mendapatkan pembelaan. Bahkan dari internal Partai Golkar sekalipun.

"Kita lihat sidang (perkara korupsi e-KTP) kemarin itu ya sudah transparan. Masak kita mau membela?" ujar Yorrys di lokasi groundbreaking hunian murah bagi buruh dan pekerja di Ciputat, Tangerang Selatan, Kamis (27/4/2017).

(Baca: Ini Alasan Kuat Yorrys Sebut Novanto Hampir Pasti Tersangka)

Sebaliknya, Partai Golkar harus mempelopori pemberantasan korupsi di Indonesia.

Yorrys mengatakan, posisi Partai Golkar di dalam perkara korupsi KTP elektronik yang diduga melibatkan Novanto, harus jelas, yakni mendukung pemberantasan korupsi.

Sebab, hal itu menyangkut elektabilitas Golkar pada pemilihan umum 2019 mendatang.

"Apa dengan begini kita (Golkar) mau mempertahankan ini? Sehingga berimplikasi pada elektabilitas kita pada 2019? Seperti teman kita di partai lain, terjun bebas. Kita harus berpikir," ujar Yorrys.

(Baca: Yorrys Raweyai: Setya Novanto Hampir Pasti Jadi Tersangka e-KTP)

Sebelumnya, Novanto disebut mendapatkan bagian tujuh persen dalam proyek pengadaan e-KTP.

Hal itu dikatakan Johanes Richard Tanjaya, tim IT dalam konsorsium pelaksana proyek e-KTP yang menjadi salah satu saksi di Pengadilan Tipikor.

Awalnya, jaksa KPK Taufiq Ibnugroho menanyakan apakah Johanes pernah mendapat informasi dari salah satu rekannya, Jimmy Iskandar Tedjasusila alias Bobby bahwa ada permintaan dana sebesar 7 persen dari nilai proyek.

"Apa pernah dapat info dari Bobby, SN Group dapat 7 persen," tanya Taufiq. Johanes lalu menjawab, "Setahu saya SN bukan grup. SN ya Setya Novanto".

Kompas TV Seperti apa langkah ke depan pasca ketua umum partainya ditetapkan sebagai tersangka kasus megakorupsi E-KTP?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com